BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan
intraokuler pada mata. Oleh karena itu glaukoma dapat mengganggu penglihatan
yang perlu diwaspadai. Tidak hanya itu, glaucoma juga dapat membawa kita kepada
kebutaan. Contohnya pada kasus glaucoma yang terjadi di Amerika Serikat. Disana
glaucoma beresiko 12% pada kebutan(Luckman & Sorensen.1980).
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling
utama di dunia adalah katarak (47,8%), galukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age-
related mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal apacity
(5,1%), dan diabetic retinopathy (4,8%). Namun sesungguhnya hal ini bisa di
cegah dengan pemeriksaan tonometri rutin. Sehingga tidak sampai terjadi hal
fatal seperti kebutaan. Jika seseorang tidak pernah melakukan pemeriksaan
tonometri, sedang ia baru mendapati dirinya glaukoma yang sudah fatal, maka
tindakan yang bisa di ambil adalah operasi. Mendengar kata ini jelas kita sudah
merinding sebelum melakukannya. Apalagi hasil dari opersi belum tentu sesuai
dengan harapan kita. Misal, opersi tersebut berujung pada kebutaan seperti
contoh di atas. Oleh karena itu, kita perlu malakukan pengukuran tonometri
rutin dan juga memahami proses keparawatan pada klien glaukoma. Supaya sebagai
perawat tentunya kita dapat menegakkan asuhan keperawatan yang benar.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep glaukoma?
1.2.2 Bagaimana konsep proses keperawatan pada
glaukoma?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan
konsep dan proses keperawatan pada glaukoma.
1.3.2 Tujuan khusus
1.
Mengidentifikasi
definisi dari glaucoma
2.
Mengidentifikasi
etiologi dari glaukoma
3.
Mengidentifikasi
klasifikasi dari glaukoma
4.
Mengidentifikasi
manifestasi klinis dari glaukoma
5.
Mengidentifikasi
patofisiologi dari glaukoma
6.
Mengidentifikasi
proses keperawatan dari glaukoma
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses
keperawatan pada klien dengan gangguan glaukoma sehingga menunjang
pembelajaran.
1.4.2 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan
yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Glaukoma
Menurut Herman tahun 2010, glaukoma merupakan suatu kumpulan
penyakit yang mempunyai karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan
hilangnya fungsi penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler adalah
satu dari resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi
penyakit.
Glaukoma bukanlah sebuah penyakit, melainkan kekomplekan dari
gangguan tekanan intraokuler yang mana mempunyai karakteristik gejala
peningkatan tekanan intraokular pada orang dewasa.
Normalnya, tekanan intraokular adalah 10-20 mmHg. Jika hasil
pemeriksaan tekanan bola mata lebih dari 20, maka kita patut curiga terhadap
adanya glaukoma. Apabla hasil menunjukkan angka lebih dari 25, maka dipastikan
orang tersebut terkena glaukoma.
Untuk mengetahui, seseorang tersebut terkena glaukoma atau tidak,
bisa dengan pemeriksaan tonometri (pemeriksaan tekanan bola mata). Pengukuran
tonometri rutin ini penting, untuk mengidentifikasi adanya glaukoma sebelum
mata terkena bahaya permanen dari peningkatan tekanan di dalamnya.
Glaukoma biasanya diderita oleh klien yang berumur di atas 40 th.
Pada orang yang memiliki kecenderungan hereditas glaukoma dalam keluarganya,
mereka harus melakukan pengukuran tonometri ritin setiap hari.(Luckman, 1980).
Pendapat yang lain
mengatakan bahwa Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola
mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan. (Anonim,2009)
Dari beberapa definisi glaukoma diatas, dapat disimpulakan bahwa
glaukoma adalah penyakit mata yang terjadi karena peningkatan tekanan bola mata
dan mempengaruhi kepekaan atau kejelasan penglihatan.
2.2 Etiologi dan
Patofisiologi
Ada
beberapa sebab dan faktor yang beresiko terhadap terjadinya glaukoma.
Diantaranya adalah:
1.
Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat
2% dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah
dengan bertambahnya usia.
2.
Riwayat
anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
3.
Tekanan
bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah
dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan
dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata.
4.
Obat-obatan
Pemakai
steroid secara rutin
Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak
dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk
radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila
anda mengetahui bahwa anda pemakai obat-obatan steroid secara rutin, sangat
dianjurkan memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian
glaukoma.
5.
Riwayat
trauma (luka kecelakaan) pada mata
6.
Penyakit
lain
Riwayat penyakit diabetes (kencing manis), hipertensi dan migren.(Anonim,2010)
Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris, yang
merupakan bagian anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian mengalir
melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior, memberikan nutrisi kepada lensa,
iris dan kornea. Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior yang mengandung
jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan vena episklera.
(Barbara, 1999)
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular,
namun terdapat 10% melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral.
Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous,
maka terdapat tiga faktor utama yang berperan dalam meningkatnya tekanan
intraokular, antara lain:
1.
kecepatan
produksi aqueous humor oleh badan siliar
2.
Resistensi
aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal Schlemm
3.
Tekanan
vena episklera (Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah
10-21 mmHg.)
2.3 Klasifikasi Glaukoma
Banyak sekali pola yang digunakan untuk mengklasifikasikan
glaukoma, namun, klasifikasi yang secara luas digunakan adalah glaukoma sudut
terbuka dan glaukoma sudut tertutup, karena pembagian tersebut terfokus pada
patofisiologi terjadinya glaukoma dan merupakan titik awal ditentukannya
penatalaksanaan klinis yang sesuai.
Klasifkasi
Vaughen untuk glaukoma adalah:
·
Glaukoma
Primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan
penyakit mata atau sistenik yang menyebabkan meningkatnya resistensi aliran
aqueous humor. Glaukoma primer biasanya terjadi pada kedua mata.
a) Glaukoma Sudut Terbuka
(Glaukoma Simpleks)
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang tidak
diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma
primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis dan progresif lambat dengan
atrofi dan cupping dari papil nervus optikus dan pola gangguan lapang pandang
yang khas. Glaukoma primer sudut terbuka memiliki kecenderungan familial.
Pada umumnya, glaukoma primer sudut terbuka terjadi pada usia lebih
dari 40 tahun. Prevalensi juga lebih tinggi pada orang berkulit gelap atau
berwarna dibandingkan dengan orang berkulit putih.
Gambaran patologi utama pada glaukoma sudut terbuka adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di
dalam jalan trabekular dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya
adalah penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan
intra okuler.
Tekanan intraokuler merupakan faktor resiko utama untuk glaukoma
primer sudut terbuka. Terdapat faktor resiko lain yang berhubungan dengan
glaukoma primer sudut terbuka, yaitu; miopia, diabetes mellitus, hipertensi dan
oklusi vena sentralis retina.
Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat
maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak disadari sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan. Keluhan pasien biasanya sangat sedikit atau samar,
misalnya mata terasa berat, kepala pusing sebelah, dan anamnesis tidak khas
lainnya. Biasanya pasien tidak mengeluh adanya halo dan tidak tampak mata
merah. Tekanan intraokuler sehari-hari biasanya tinggi atau lebih dari 20
mmHg. Akibat tekanan tinggi akan
terbentuk atrofi papil serta ekskavasio glaukomatosa. Kerusakan dimulai dari
tepi lapang pandang, dengan demikian penglihatan sentral tetap baik, sehingga
penderita seolah-olah melihat melalui teropong.
Diagnosis glaukoma primer sudut terbuka ditegakkan apabila
ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapangan
pandang disertai peningkatan tekanan intraokuler, sudut kamera anterior terbuka
dan tampak normal, dan tidak ditemukan sebab lain yang dapat meningkatkan
tekanan intraokuler.
b) Glaukoma Sudut Tertutup
Pasien yang menderita glaukoma primer sudut tertutup cenderung
memiliki segmen anterior yang kecil dan sempit, sehingga menjadi faktor
predisposisi untuk timbulnya pupillary block relatif. Resiko terjadinya hal
tersebut meningkat dengan bertambahnya usia, seiring dengan berkembangnya lensa
dan pupil menjadi miosis.
1) Glaukoma Primer Sudut
Tertutup Akut
Glaukoma primer sudut tertutup akut adalah kondisi yang timbul saat
TIO meningkat secara cepat akibat blokade relatif mendadak dari jaringan
trabekular. Hal ini dapat menimbulkan manifestasi berupa rasa sakit,
penglihatan buram, halo, mual dan muntah. Peningkatan TIO yang tinggi
menyebabkan edema epitel kornea yang bertanggung jawab dalam timbulnya keluhan
penurunan penglihatan.
Tanda-tanda
pada glaukoma sudut tertutup akut antara lain:
1.
TIO
yang tinggi
2.
Pupil
yang lebar dan terkadang irreguler
3.
Edema
epitel kornea
4.
Kongesti
pembuluh darah episkleral dan konjungtiva
5.
Kamera
okuli anterior yang sempit
Selama serangan akut, TIO cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan
gangguan nervus optikus dan oklusi pembuluh darah retina. Sinekia anterior
perifer dapat terbentuk dengan cepat dan TIO yang tinggi menyebabkan terjadinya
iskemia sehingga dapat terjadi atrofi sektoral dari iris. Atrofi pada iris
menimbulkan pelepasan pigmen iris dan pigmen-pigmen tersebut menempel dan
mengotori permukaan iris dan endotel kornea. Akibat iskemia iris, maka pupil
dapat berdilatasi dan terfiksasi.
Diagnosis pasti didapatkan dengan gonioskopi. Gonioskopi juga
membantu menentukan apakah blokade iris dan jaringan trabekular reversibel atau
irreversibel.
2) Glaukoma Primer Sudut
Tertutup Subakut
Glaukoma primer sudut tertutup subakut (intermiten) adalah kondisi
yang ditandai dengan adanya penglihatan yang buram, halo, dan rasa sakit yang
ringan, disertai dengan peningkatan TIO. Gejala ini membaik dengan sendirinya,
terutama selama tidur, dan muncul kembali secara periodik dalam hitungan hari
atau minggu. Diagnosis yang tepat dapat dibantu ditegakkan dengan pemeriksaan
gonioskopi.
3) Glaukoma Primer Sudut
Tertutup Kronis
Glaukoma primer sudut tertutup kronis merupakan kondisi yang timbul
setelah glaukoma sudut tertutup akut atau saat sudut kamera anterior tertutup
secara bertahap dan tekanan intraokuler meningkat secara perlahan. Gejala
klinisnya serupa dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu keluhan yang
samar, cupping papil nervus optikus yang progresif dan gangguan lapang pandang
glaukomatosa. Sehingga, pemeriksaan gonioskopi diperlukan untuk menentukan
diagnosis yang tepat.
·
Glaukoma
Kongenital
Glaukoma kongenital primer atau infantil adalah glaukoma yang
timbul sesaat setelah lahir sampai beberapa tahuh pertama setlah kelahiran.
Selain itu, glaukoma kongenital juga dapat timbul menyertai anomali kongenital
lainnya.
Glaukoma infantil atau dikenal dengan istilah buphthalmos, dipercaya
terjadi akibat displasia dari sudut kamera anterior tanpa disertai abnormalitas
okular dan sistemik lainnya. Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi
terjadinya glaukoma infantil, yaitu; terjadi abnormalitas membran atau sel pada
jaringan trabekular, sehingga jaringan trabekuler menjadi impermeabel; teori
lain mengatakan bahwa terjadi anomali luas pada kamera okuli anterior termasuk
insersi abnormal dari muskulus siliaris. Dengan adanya anomali-anomali
tersebut, maka aliran aqueous akan terganggua dan terjadi pembendungan aqueous
humor, maka akan timbul buphtalmos karena jaringan sklera pada neonatus masih
lunak.
Keadaan klinis yang khas dari glaukoma infantil adalah trias klasik
pada bayi baru lahir, yaitu; epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Diagnosis
tergantung dari pemeriksaan klinis yang hati-hati, termasuk pemeriksaan TIO,
pengukuran diameter kornea, gonioskopi dan oftalmoskopi.
·
Glaukoma
Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang berhubungan dengan penyakit
mata atau sistemik yang menyebabkan menurunnya aliran aqueous humor. Glaukoma
sekunder sering terjadi hanya pada satu mata.Glaukoma sekunder merupakan
glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Glaukoma sekunder dapat
terlihat dalam bentuk sudut tertutup maupun sudut terbuka. Kelainan-kelainan
tersebut dapat terletak pada:
1.
Sudut
bilik mata, akibat goniosinekia, hifema, leukoma adheren dan kontusi sudut
bilik mata
2.
Pupil,
akibat seklusio dan oklusi relatif pupil
3.
Badan
siliar, seperti rangsangan akibat luksasio lensa
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan glaukoma, yaitu:
1.
Uveitis,
dimana glaukoma terjadi akibat adanya sinekia anterior maupun posterior,
penimbunan sel radang di sudut bilik mata dan seklusio pupil yang biasanya
disertai dengan iris bombΓ©.
2.
Pasca
trauma serta ulkus kornea, yang mengakibatkan leukoma adheren sehingga bilik
mata tertutup dan mengganggu aliran aqueous humor.
3.
Hifema,
akan mengakibatkan tersumbatnya sudut bilik mata
Glaukoma yang disebabkan oleh lensa. Katarak yang immatur akan
menyerap cairan sehingga ukurannya membesar sehingga menyumbat sudut bilik
mata, sedangkan katarak yang hipermatur, lensa akan pecah dan komposisi lensa
dapat menyumbat sudut bilik mata. Pascabedah katarak, yang mengakibatkan
terbentuknya sinekia dan terbentuknya blokade pupil akibat radang di daerah
pupil.
·
Glaukoma
Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma dimana sudah
terjadi kebutaan total. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik
mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasio galukomatosa, mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris.
Kelainan
mata yang dapat menyebabkan glaukoma antara lain:
1.
Kelainan
lensa
2.
Kelainan
uvea
3.
Trauma
4.
Pasca
bedah
·
Glaukoma
absolut
Berdasarkan
lamanya, glaukoma diklasifikasikan sebagai berikut:
Glaukoma
Akut
a) Definisi
Glaukoma
akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang
meningkat mendadak sangat tinggi.
b) Etiologi
Dapat
terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut
bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai
akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer,
menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
c) Faktor Predisposisi
Pada
bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik,
berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering
disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak
hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca
pembedahan intraokuler.
d) Manifestasi klinik
1.
Mata
terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala.
2.
Akibat
rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah,
kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3.
Tajam
penglihatan sangat menurun.
4.
Terdapat
halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5.
Konjungtiva
bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6.
Edema
kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7.
Bilik
mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya
reaksi radang uvea.
8.
Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang
lambat.
9.
Pemeriksaan
funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10.
Tekanan
bola mata sangat tinggi.
11.
Tekanan
bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e) Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran
dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan. Perimetri,
Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang
f) Penatalaksanaan
Penderita
dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO)
dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera.
Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi,
iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi
setelah pengobatan medikamentosa.
·
Glaukoma
Kronik
a) Devinisi
Glaukoma
kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata
sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b) Etiologi
Keturunan
dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid
jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c) Manifestasi klinik
Gejala-gejala
terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat
namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai
keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering
menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga
kebutaan permanen.
d) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai
dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada
funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding
cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan
lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal,
tangga Ronne, atau skotoma busur.
e) Penatalaksanaan
Pasien
diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang
pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk, meskipun hasil pengukuran
tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan
berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.
2.5
Manifestasi Klinis Glaukoma
Menurut
Harnawartiaj (2008) umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga
dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini
berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan
sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium
lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang
menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga
kebutaan secara permanen.
Gejala
yang lain adalah:
1.
Mata
merasa dan sakit tanpa kotoran.
2.
Kornea
suram.
3.
Disertai
sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4.
Kemunduran
penglihatan yang berkurang cepat.
5.
Nyeri
di mata dan sekitarnya.
6.
Udema
kornea.
7.
Pupil
lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8.
Lensa
keruh.
Menurut
Sidharta Ilyas (2004) glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut:
1.
Tekanan
bola mata yang tidak normal
2.
Rusaknya
selaput jala
3.
Menciutnya
lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
4.
Berakhir
dengan kebutaan
2.4 PATHWAY GLAUKOMA
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata
Obstruksi jaringan peningkatan
tekanan
Trabekuler Vitreus
Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan
Cairan humor aqueous
|
TIO meningkat
Glaukoma TIO Meningkat
Gangguan
saraf optik tindakan
operasi
|
|
||||||||||
|
|||||||||||
Perubahan penglihatan
Perifer
Kebutaan
2.5 Penatalaksanaan Glaukoma
Tujuan
utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta
meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal.
Penangananya meliputi:
1.
Penatalaksanaan
Medis
·
Glaukoma
Primer
a) Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya
timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol) yang kemungkinan
akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
b) Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga
iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
c) Obat lainnya yang juga diberikan adalah
epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan
atau mengurangi pembentukan cairan)
d) Minum larutan gliserin dan air biasa untuk
mengurangi tekanan dan menghentikan serangan glaukoma.
e) Bisa juga diberikan inhibitor karbonik
anhidrase (misalnya acetazolamide).
f) Pada kasus yang berat, untuk mengurangi
tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).
·
Glaukoma
sekunder
Pengobatan
glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah
peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang
dilakukan pembedahan.
·
Glaukoma
kongenitalis
Untuk
mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan.Apabila obat tidak
dapat mengontrol glaukoma dan peningkatan TIO menetap, maka terapi laser dan
pembedahan merupakan alternatif.
Terapi Laser
a) Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu
lubang pada bagian mata yang berwarna (iris) untuk mengizinkan cairan mengalir
secara normal pada mata dengan sudut sempit atau tertutup (narrow or closed
angles).
b) Laser trabeculoplasty adalah suatu prosedur
laser dilaksanakan hanya pada mata-mata dengan sudut-sudut terbuka (open
angles). Laser trabeculoplasty tidak menyembuhkan glaukoma, namun sering
dilakukan daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang berbeda-beda.
Pada beberapa kasus-kasus, dia digunakan sebagai terapi permulaan atau terapi
utama untuk open-angle glaukoma. Prosedur ini adalah metode yang cepat, tidak
sakit, dan relatif aman untuk menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang
dibius dengan obat-obat tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens
kontak yang berkaca pada sudut mata (angle of the eye). Microscopic laser yang
membakar sudut mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal
pengaliran.
c) Laser cilioablation (juga dikenal sebagai
penghancuran badan ciliary atau cyclophotocoagulation) adalah bentuk lain dari
perawatan yang umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan bentuk-bentuk
yang parah dari glaukoma dengan potensi penglihatan yang miskin. Prosedur ini
melibatkan pelaksanaan pembakaran laser pada bagian mata yang membuat cairan
aqueous (ciliary body). Pembakaran laser ini menghancurkan sel-sel yang membuat
cairan, dengan demikian mengurangi tekanan mata.
Terapi Pembedahan
a) Trabeculectomy adalah suatu prosedur
operasi mikro yang sulit, digunakan untuk merawat glaukoma. Pada operasi ini,
suatu potongan kecil dari trabecular meshwork yang tersumbat dihilangkan untuk
menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang baru dibuat
untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan kecil baru, suatu bleb
penyaringan kecil diciptakan dari jaringan conjunctiva (conjunctival tissue).
Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih mata. Filtering bleb adalah
suatu area yang timbul seperti bisul yang ditempatkan pada bagian atas mata
dibawah kelopak atas. Sistim pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk
meninggalkan mata, masuk ke bleb, dan kemudian lewat masuk kedalam sirkulasi
darah kapiler (capillary blood circulation) dengan demikian menurunkan tekanan
mata. Trabeculectomy adalah operasi glaukoma yang paling umum dilaksanakan.
Jika sukses, dia merupakan alat paling efektif menurunkan tekanan mata.
b) Viscocanalostomy adalah suatu prosedur
operasi alternatif yang digunakan untuk menurunkan tekanan mata. Dia melibatkan
penghilangan suatu potongan dari sclera (dinding mata) untuk meninggalkan hanya
suatu membran yang tipis dari jaringan melaluinya cairan aqueous dapat dengan
lebih mudah mengalir. Ketika dia lebih tidak invasiv dibanding trabeculectomy
dan aqueous shunt surgery, dia juga bertendensi lebih tidak efektif. Ahli bedah
kadangkala menciptakan tipe-tipe lain dari sistim pengaliran (drainage
systems). Ketika operasi glaukoma seringkali efektif, komplikasi-komplikasi,
seperti infeksi atau perdarahan, adalah mungkin. Maka, operasi umumnya
dicadangkan untuk kasus-kasus yang dengan cara lain tidak dapat dikontrol.
2.6 Asuhan Keperawatan Glaukoma
1. Pengkajian
ΓΌ Identitas / Data Biografi
Berisi
nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien.
ΓΌ Riwayat penyakit sekarang
Merupakan
penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan
katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
ΓΌ Riwayat penyakit dahulu
Adanya
riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi,
pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko
katarak.
ΓΌ Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada
pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji riwayat keluarga apakah
ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,
alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan
endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid /
toksisitas fenotiazin.
2. Diagnosa Keperawatan dan
Intervensi
I.
Nyeri
b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO
Tujuan:
Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria
hasil:
1) Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan
penilaian pengontrolan nyeri
2) Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
3) Ekspresi wajah rileks
Intervensi:
1)
Observasi
derajat nyeri mata
Rasional : mengidentifikasi kemajuan /
penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2)
Anjurkan
istirahat di tempat tidur dalam ruangan yang tenang
Rasional : stress mental / emosi menyebabkan
peningkatan TIO
3)
Ajarkan
pasien teknik distraksi
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi /
respon nyeri
4)
Kolaborasi
pemberian analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi nyeri
II.
Gangguan
persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan; gangguan status organ
ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan:
Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria
Hasil:
1) Pasien akan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
2) Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman
penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi:
1) Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan.
Rasional:
Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi
kemungkinan/mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total.
2) Dorong mengekspresikan perasaan tentang
kehilangan/ kemungkinan kehilangan penglihatan.
Rasional:
Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi.
3) Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh
menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis.
Rasional:
Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
4) Lakukan tindakan untuk membantu pasien yang
mengalami keterbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot,
ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan
masalah penglihatan malam.
Rasional:
Menurunkan bahaya keamanan b/d perubahan lapang pandang atau kehilangan
penglihatan dan akomodasi pupil thd sinar lingkungan.
5) Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi.
Rasional:
Memisahkan badan siliar dr sclera untuk memudahkan aliran keluar akueus humor.
III.
Ansitas
b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan:
Cemas hilang atau berkurang
Kriteria
Hasil:
1) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas
menurun sampai tingkat dapat diatasi.
2) Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan
masalah.
3) Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
1) Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman
nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional:
Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus
insietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional:
Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan / harapan yang akan datang dan memberikan
dasar fakta untuk membuat pilihan info ttg pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan
mengekspresikan perasaan.
Rasional:
Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah
konsepsi dan pemecahan masalah.
4) Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional:
Memberikan keyakinan bhw pasien tdk sendiri dlm menghadapi masalah.
IV.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d
kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi,
ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti
instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan:
Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria
Hasil:
1) Pasien menyatakan pemahaman kondisi,
prognosis, dan pengobatan.
2) Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda
dengan proses penyakit.
3) Melakukan prosedur dengan benar dan
menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
1) Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes
mata.
Rasional:
Meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan pasien menunjukan
kompetensi dan menanyakan pertanyaan.
2) Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat,
contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik,
kelebihan pemakaian steroid topikal.
Rasional:
Penyakit ini dapat di control dan mempertahankan konsistensi program obat
adalah control vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO
dan potensial kehilangan penglihatan tambahan
3) Identifikasi efek samping/reaksi merugikan
dari pengobatan (penurunan nafsu makan,
mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur, dll).
Rasional:
Dapat mempengaruhi rentang dari ketidak nyamanan sampai ancaman kesehatan
berat.
4) Dorong pasien membuat perubahan yang perlu
untuk pola hidup.
Rasional:
Pola hidup tenang menurunkan respon emosi thd stres, mencegah perubahan okuler
yang mendorong iris kedepan, yang dpt mencetuskan serangan akut.
5) Dorong menghindari aktivitas,seperti
mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
Rasional:
Dapat meningkatkan TIO yang mencetuskan serangan akut.
6) Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat
dan makanan berserat.
Rasional:
Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari konstipasi.
7) Tekankan pemeriksaan
rutin.
Rasional:
Untuk mengawasi kemajuan penyakit dan memungkinkan intervensi dini dan mencegah
kehilangan penglihatan lanjut.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah kita mempelajari tentang teori dan konsep asuhan keperawatn
penyakit glaucoma kita sebagai mahasiswa kerawatan bisa menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien glaucoma, dan sebagai bahan dasar untuk praktik dirumah
sakit trutama pada pasien glaucoma untuk mencapai kriteria hasil yang maksimal.
3.2
Saran
a.
Bagi Instisusi Rumah Sakit
Diharapkan dalam
pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit, perlu adanya motivasi kepada
perawat untuk memperhatikan kebersihan
untuk mencegah infeksi. Peran serta dan sikap kolaborasi yang aktif
dari pasien dan keluarga sangat mempengaruhi dalam proses penyembuhan pasien
dan sebagai perawat sebaiknya melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada
pasien supaya kooperatif ketika dilakukan tindakan keperawatan yang berhubungan
dengan privacy pasien.
b.
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan makalah ini dijadikan referensi dan
juga dapat dijadikan tolak ukur bagi mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang didapat dibangku kuliah terutama untuk mendeskripsikan konsep
teori tentang glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA
Luckman&Sorensen.1980.Medical-Surgical
Nursing a Psychophysiologic Approach.United States of America: W.B. Sunders
Company (1986-1990)
Herman.2010.Prevalensi
kebutaan akibat glaukoma di kabupaten tapanuli selatan(hal 2).Available from
http:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6399/1/10E00177.pdf (diakses 10
oktober 2010)
Anonim.2009.Kumpulan
artikel tentang glaukoma.Available from :
http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009/08/14/kumpulan-artikel-tentang-glaukoma/
(di akses 10 oktober 2010)
Barbara,dkk.1999.Medical-Surgical
Nursing.United States of America: Lippincott(642-645)
Anonim.2007.World
Glaucoma Day(hal 1-2).Available from http :
www.mazdabalikpapan.com/asuhan-keperawatan-pada-penyakit-mata-glukoma.html
(diakses 7 oktober 2010)
Anonim.2008.Askep
Glaukoma(hal 2).Available from
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/glaukoma-2 (diakses 09 oktober
2010 )
Marilynn,
dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC
Ilyas,
sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3.
Jakarta:Balai Pustaka.
Ilyas,
sidarta. 2004. Masalah kesehatan mata anda dalam pertanyaan- pertanyaan. Edisi
2. Jakarta : FKUI
Hartono.
2007. Oftalmoskopidasar dan klinis. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Ilyas,
sidarta. 2009. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Komentar
Posting Komentar