Contoh askep pasien dengan Typus Abdominalis


BAB I 
PENDAHULUAN 

 A. LATAR BELAKANG 
Typus abdonimalis atau typoid sendiriadalah penyakit akut yang biasanya menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, ganggaun pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak-anak usia 12-13 tahun (70-80%), namun juga juga banyak dijumpai pada usia 30-40 tahun (10-20%) dan diatas 12 atau 13 utahun, yakni sebanyak 5-10%. (muhammad ardhiansyah, 2012) Kuman salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan ditelan oleh sel-sel egosit ketika masuk melewati lukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari salmonella typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang sistem retikulo endotelial (RES) yaitu hati, limpa dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa (curtis, 2006).

 B. TUJUAN
 1. Tujuan umum 
1) Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui konsep teori Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan Typus abdominalis 
2. Tujuan khusus 
2) Mahasiswa dapat mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien dengan Typus abdominalis 3) Menggambarkan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan Typus abdominalis 
4) Mampu menentukan diagnosa pada pasien dengan gangguan Typus abdominalis 
5) Mampu menentukan intervensi pada pasien dengan gangguan Typus abdominalis 
6) Mampu melakukan penatalaksanaan pada pasien dengan gangguan Typus abdominalis 

 BAB II 
KAJIAN TEORI

 1. PENGERTIAN 
Typus abdominalis atau typoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus, dan terjadi pada aliran darah, yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella parathypi A, B, dan C yang terkadang juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus). Kuman – kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan dan perkembangbiakan di dalamnya. Typus abdonimalis atau typoid sendiri adalah penyakit akut yang biasanya menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, ganggaun pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak-anak usia 12-13 tahun (70-80%), namun juga juga banyak dijumpai pada usia 30-40 tahun (10-20%) dan diatas 12 atau 13 utahun, yakni sebanyak 5-10%. (muhammad ardhiansyah, 2012) Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Wilkinson, Judith M. : 2012 ) Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran. (sudarti, 2010) Anatomi fisiologi pencernaan a. Mulut terdiri dari: a) Gigi b) Lidah c) Kelenjar saliva b. Kerongkongan c. Faring d. Esofagus e. Lambung f. Usus halus merupakan saluran pencernaan terpanjang yang terdiri dari tiga bagian antaralain : a) Usus dua belas jari b) Usus kosong c) Usus penyerapan d) Usus besar, rektum dan anus (evelyn c. Pearce: 2011) 
 1. ETIOLOGI Penyebab penyakit ini adalah kuman salmonella typhi, salmonella para thypii A dan B. Wujudnya berupa basil garam negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora dan mempunyai tiga macam antigen (antigen O, H dan VI). Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ke tiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41°c (optimal 37°c) dan pH pertumbuhan 6-8. (muhammad ardhiansyah, 2012) Penyebab penyakit ini adalah salmonelia thyposa, basil garam negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidal berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O, antigen H dan antigen Vi. Dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terdapat ketiga macam antigen tersebut. (Wilkinson, Judith M. 2012) Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora.masa inkubasi 10-20 hari. (Sudarti, 2010) 
 2. PATOFISIOLOGI 
 Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya lebih dari 10.000 basil kuman). Sebagaian kuman dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung masuk ke usus halus. Jika respons imunitas hurmonal mukosa (IgA) usus kurang baik, maka hasil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jarinagan limfoid plak penyeri di ileum distal dan kelenjar bening mesenterika. Jarinagn limfoid plak penyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar keseluruh tubuh terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus. Hati memebesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini kuman S. Thpii berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepela, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gnagguan mental koagulasi). Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembulu darah di sekitar plak penyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. (muhammad ardiansyah, 2012) Kuman salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan ditelan oleh sel-sel egosit ketika masuk melewati lukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari salmonella typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang sistem retikulo endotelial (RES) yaitu hati, limpa dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa (curtis, 2006). Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal. Juga dihinggapi. Pada mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol dan tampak seperti infiltrat atau hyperplasia di mukosa usus (sjamsuhidayat, 2005). Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plak player yang ada di sana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh , biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibroris ( brusch,2009 ). Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten ( suhu yang tinggi,naik turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Di samping peningkatan suhu tubuh,juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu , namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sitematik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas,splenomegali, dan hepatomegali ( chatterjee,2009 ). Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fokal intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih teteap tinggi,tapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus ( demam kontinu ) ,lidah kotor, tepi lidah hiperimis,penurunan peristaltic, gangguan digesti dan absorsi sehingga akan terjadi distensi,diare dan pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus,perforasi,dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat,peristaltic menurun bahkan hilang,melena,syok,dan penurunan kesadaran ( parry,2002). Kondisi tifus abdominalis memberikan berbagai manifestasi masalah keperawatan yang akan di berikanperawat pada klinik. 

 3. PATHWAYS KEPERAWATAN (kunjungi aljazuli99.blogspot.com) 

 4. MANIFESTASI KLINIK 
 Gejala klinis demam tipoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan masa tunas selama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masih mas inkubasi mungkin di temukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat, yang kemudian disusul dengan gejala- gejala klinis sebagai berikut: demam, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. (muhammad ardhiansyah, 2012) Masa tunas : 10-20 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang, menyusul gambaran klinik yang biasa di temukan ialah : 1. Demam Biasanya febris bersifat remiten, menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam/sore hari. 2. Gangguan pada saluran pencernaan a) Nafas berbau b) Lidah kotor (coated fongue) c) Biasanya ditemukan meteorismus d) Hepatomegal, splenomegali e) Konstipasi/diare/normal 3. Gangguan kesadaran Penurunan kesadaran biasanya terjadi pada keadaan yang lebih berat (apatis, somnolen) jarang sampai sopor atau koma. Selain tanda-tanda tersebut biasanya di temukan bercak-bercak kemerahan pada punggung yang dapat dintemukan pada minggu pertama kadang di temukan bradikardi dan epistaksis pada anak. 4. Pemeriksaan laboratorium a. Nyeri kepala, lemah, lesu. b. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga minggu,minggu yang pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi,biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari.pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat,dan pada minggu ketiga suhu berangsur angsur turun dan kembali normal. Menurut (Wilkinson, Judith M, 2012) • Gangguan pada saluran cerna:halitosis,bibir kering dan pecah pecah , lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual,tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan. • Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran(apatis,somnolen).bintik-nitik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kapiler kulit. • Epistaktis (mimisan) adalah mimisan biasanya hanya terjadi pada satu lubang hidung saja, kebanyakan mimisan terjadi pada bagian depan dari septum hidung. Septum ini berisi pembuluh darah rapuh yang mudah rusak.

 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 

1. Pemeriksaan diagnostik Untuk menegakkana diagnosis penyakit typus abdominalis, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencangkup pemeriksaan seperti berikut: a. Darah tepi 
1) Terdapat gambaran leucopenia Leucopenia adalah kekeurangan leokosit/ sel darah putih. Kondisi ini terjadi bila jumlah sel darah putih kurang dari 5.000/µl dalam setiap tetes darah. Jumlah normal sel darah putih dalam darah manusia adalah antara 5.000 – 10.000/µl dan usia bayi 10.000-30.000/µl. 
2) Limfositosis relatif Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit lebih. Jumlah nilai normal 8000/µl pada bayi, dan anak-anak, serta lebih dari 4000/µl darah pada orang dewasa.
 3) Ameosinofila pada permulaan sakit
 4) Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan Anemia adalah kekurangan zat besi pada tubuh. Sum-sum tulang membutuhkan zat besi untuk membuat hemoglobin. Tanpa zat besi yang cukup tubuh tidak akan memproduksi cukup hemoglobin untuk sel darah merah. Nilai normal hemoglobin wanita 12-16 gr/dl, pria 14-18 gr/dl, anak-anak 10-16 gr/dl, bayi baru lahir 12-24 gr/dl. Trombositopenia adalah jumlah trombosit kurang 100.000/mm³ dalam sirkulasi darah biasanya mengandung sekitar 150.000- 350.000 trombosit/ ml. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/ml, biasanya terjadi pendarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/ml. Hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit secara cepat. (muhammad ardiansyah, 2012) b. Pemeriksaan widal Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/180, 1/160 dan seterusnya, maka hal ini menunjukan bahwa semakin kecil titrasi berarti semakin berat penyakitnya. Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu). (muhammad ardiansyah, 2012)

 6. KOMPLIKASI
 Usus: perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonitis. organ lain: meningitiskolesitis, ensefalopati, bronkopneumoni. (Sudarti, 2010) Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, meliputi (rowlan, 1961) hal-hal sebagi berikut. 1. Komplikasi pada usus halus. a. Perdarahan. b. Perforasi. c. Peritonitis. 2. Komplikasi di luar usus halus. a. Bronchitis b. Bronkopneumonia. c. Ensefalopati. d. Meningitis. e. Miokarditis. 
 BAB III 
KONSEP DASAR

 1. PENGKAJIAN FOKUS 
a. Riwayat kesehatan sekarang Tanyakan mengapa pasein masuk ke rumah sakit dan apa keluhan utama pasien. Sehingga dapat ditegagkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul. 
b. Riwayat kesehatan sebelumnya Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit sistem pencernaan, sehingga menyebabkan penyakit typus abdominalis. 
c. Riwayat tumbuh kembang Yang dimaksud riwayat tumbuh kembang adalah kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit. 

2. PEMERIKSAAN FISIK 
a. Konjungtiva anemis, nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah dan kadang hidung terjadi epistaksis. 
b. Perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan.
 c. Sirkulasi bradikardi dan gangguan kesadaran. 
d. Terdapat bintik-bintik kemerahan pada kulit punggung dan ekstermitas. 

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN 
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens-agens penyebab cidera 
 2) Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus 
3) Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya asupan (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh. 
4) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tirah baring dan imobilitas
 5) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah. 
6) Konstipasi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolite 

 4. FOKUS INTERVENSI 
1. Intervensi Diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agens-agens penyebab cidera 
 a) Manajemen Medikasi Rasional: Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif 
b) Manajemen Nyeri Rasional: Meringankan atau mengurangi nyeri pada tingka kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien 
c) Manajemen Sedasi Rasional: Memberikan sedatif, memantau respon pasien, dan memberikan dukungan psikologis yang dibutuhkan selama prosedur diagnostik atau terapeutik. 
d) Pemberian Analgesik Rasional: Menggunakan agens-ahems farmakologiuntuk mengurangi atau menghilangkan nyeri. 
e) Lakukan Manajemen Medikasi Rasional: Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif. (wilksion, Judith M: 2012) 
2. Intenvensi diagnosa Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus DO : 1) Widal positif 2) Badan terasa hangat 3) Suhu lebih dari 37’c 4) Lidah kotor 5) Bibir kering 6) Hepatomegali 7) Splenomegali DS : 1) Klien mengatakan demam naik turun sudah 7 hari lebih 2) Klien mengeluh sakit kepala, pusing dan nyeri oto Tujuan : Suhu dalam batas normal (36-37’c) Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhudalam batas normal, bebas dari kedinginan Intervensi : 
1) Pantau suhu klien Rasional : Suhu 38’c menunjukan proses peningkatan infeksius akut
 2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi. Rasional : Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal 
3) Berikan kompres hangat Rasional : Dapat membantu mengurangi demam 
4) Kolaborasi pemberian antipiretik Rasional : Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus. 
3. Intervensi diagnosa Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya asupan (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh. Tujuan : Mempertahankan cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil Kriteria hasil : Mempertahankan volume sirkulasi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, nadi perifer teraba dan haluaran urine adekuat Intervensi : 
 1) Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat Rasional : Memberikan informasi tentangf keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk pengganti cairan 
 2) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler Rasional : Menunjukan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi 
3) Kaji tanda-tanda vital Rasional : Dengan menunjukan respion terhadap efek kehilangan cairan 
 4) Kolaborasi pemberian cairan parenteral Rasional : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan 
 5) Pertahankan pembatasan peroral tirah baring Rasional : Kalau diistirahatkan untuk penyembuhan dan untiuk penurunan kehilangan ciran usus. 
6) Berikan terapi IV Rasional: memberikan dan memantau cairan dan obat intravena. 
4. Intervensi diagnosa Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tirah baring dan imobilitas DO : 1) Suhu lebih dari 37,5’c 2) Tampak lemah 3) Widal positif DS : Klien mengeluh lemas Tujuan: Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktifitas Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/diperlukan Intervensi : 
1) Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung Rasional : Menyediakan energy yang digunakan untukn penyembuhan 
2) Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan 3) Tigkatkan aktifitas sesuai toleransi Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat 
4) Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas selama perawatan Rasional: untuk mengurangi gerak peristaltik usus, sehingga mencegah iritasi usus. 
5) Melibatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari- hari. Rasional: partisipasi keluarga meningkatkan sikap bekerja sama dalam perawatan. 
6) Berikan terapi multivitamin sesuai program terapi medis. Rasional: meningkatkan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan aktivitas pasien. (muhammad ardiansyah; 2012) 
5. Intervensi pada diagnosa Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah. 
a) Manajemeni gangguan makan Rasional: mencegah dan menangani pembatasan diit yang sangat ketat dan aktivitas yang berlebihan atau memasukan makanan dan minuman dalam jumlah banyak kemudian berusaha mengeluarkan semuanya. 
b) Manajemen cairan Rasional: pengumpulan dan analisis data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan. c) Majemen cairan/elektrolit Rasional: mengetur dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit 
d) Manajemen nutrisi Rasional: membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan diit seimbang. e) Beri PenKes tentang pentingnya nutrisi bagi anak typhoid. Rasional: Agar orang tua dapat mengerti pentingnya nutrisi dan orang tua dapat memberikan diet cair agar tidak terjadi pendarahan pada lambung dan memperlancar proses defikasi. 6. Konstipasi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolite Tujuan / kriteria hasil: mencegah dan mengatasi konstipasi Intervensi: a) Lakukan manajemen defekasi Rasional: membentuk dan menpertahankan pola eliminasi defekasi yang teratur b) Lakukan manajemen konstipasi atau impaksi Rasional: mencegah konstipasi atau impaksi c) Lakukan manajemen cairan Rasional: meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal. d) Lakukan manajemen cairan/ elektrolit Rasional: mengatur dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan atau elektrolit. e) Lakukan konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diit. 
5. PENATALAKSANAAN 
Penatalaksanaan dari penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian: 1. Perawatan a. Tirah baring total sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. b. Posisi tubuh harus dirubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah dekubitus. c. Mobilisasi sesuai dengan kondisi 2. Diet a. Makanan yang diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya. b. Makanan mengandung cukup cairan, TKTP. c. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, protein, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang menimbulkan banyak gas. 3. Obat a. Pemberian obat antibiotik b. Pemberian obat antiinflamasi c. Pemberian obat antipiretik d. Pemberian obat antiemetik. (Muhammmad ardiansyah : 2012) 


DAFTAR PUSTAKA 
 Ardiansyah, muhammad. 2012. Medikal bedah untuk mahasiswa. Diva press: Yogyakarta. Wilkinson, Judith M. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan. EGC: Yogyakarta Sudarti, M.Kes. 2010. Kelainan penyakit pada bayi & Anak. EGC: Yogyakarta Wilkinson, Judith M. 2012. Diagnosa keperawatan. EGC: Jakarta Pearce, C. Evelyn. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Gramedia: Jakarta. Chatterjee, Archana. 2009. Salmonella infection. eMedicine Specialties> Pediatrics: General Medicine> Infectious Disease. 9 januari 2009. Curtis, Theodore. 2006. Thypoid fever. eMedicine Specialties> Ophthalmology> infektious disease. 29 september 2006. Parrty,c.m.et al.”thypod fever”. N Engl J Med.347(22): 1770-82/28 november 2002

Komentar