askep maternitas tentang proses persalinan dan manajemen nyeri


MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS
“ Proses Persalinan dan Manajemen Nyeri Persalinan”
Disusun untuk memenuhi tugas keperawatan maternitas
Pembimbing Ns.Niken Sukesi, M.Kep


AKADEMI KEPERAWATAN WIDYA HUSADA
SEMARANG
2014

Daftar isi



Kata pengantar


Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmatNya penyusun diberi kesehatan sehingga makalah yang berjudul “Proses Persalinan dan Manajemen Nyeri Persalinan” dapat selesai dalam jangka waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan maternitas, dimana sumber materi di ambil dari buku yang relevan guna menunjang keakuratan materi yang nantinya akan digunakan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Semarang, 21 Juni 2014
penyusun




BAB I

PENDAHULUAN


A.     Latarbelakang 

Persalinan adalah tugas dari seorang ibu yang harus dihadapi dengan tabah, walaupun tidak jarang mereka merasa cemas dalam menghadapi masalah tersebut. Oleh karena itu, mereka memerlukan penolong yang dapat dipercaya, dapat memberikan bimbingan dan semangat dalam mengatasi kesukaran.
Persalinan adalah terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau post matur) mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi) selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan partus presipitatus atau partus lama) mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forseps) tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat), mencakup pelahiran plasenta yang normal. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai proses kelahiran.

B.     Tujuan

1.      Mengetahui proses melahirkan atau persalinan.
2.      Mengetahui tahap-tahap proses kelahiran normal.
3.      Mengetahui manajemen nyeri persalinan.

C.    Metode Penulisan
1.      Dengan cara diskusi kelompok
2.      Tanya jawab dengan pembimbing




D.    Sistematika Penulisan
1.      BAB I PENDAHULUAN
a.       Latarbelakang
b.      Tujuan
c.       Metode penulisan
d.      Sistematika penulisan
2.      BAB II TINJAUAN TEORI
a.       Pengertian
b.      Factor yang memegang peranan penting dalam persalinan
c.       Tanda-tanda persalinan
d.      Macam persalinan berdasarkan cara pengeluarannya
e.       Tahap-tahap persalinan
f.       Factor yang mempengaruhi persalinan
g.      Proses terjadinya nyeri persalinan
h.      Metode non farmakologis dan farmakologis untuk mengatasi nyeri
3.      BAB III PENUTUP
a.       Kesimpulan
b.      Saran






BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian

Persalinan adalah proses membuka dan menipiskan servik dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Dwi Asri, 2010; Baety, 2011).
Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan terjadinya serangkaian perubahan besar pada calon ibu untuk dapat melahirkan janinnya mellalui jalan lahir. Ini didefinisikan sebagai pembukaan servik yang progresif, dilatasi atau keduanya, akibat kontraksi rahim teratur yang terjadi sekurang-kurangnya setiap 5 menit dan berlangsung sampai 60 detik (Yessie, 2010).

B.     Faktor yang memegang peranan penting dalam persalinan

Beberapa teori yang dikemukakan adalah :
1.      Teori awitan persalinan
Awitan persalinan biasanya terjadi ketika janin telah cukup matang untuk menghadapi kondisi ekstrauteri tetapi tidak cukup besar untuk menyebabkan masalah mekanis dalam persalinan. Namun sebagian besar peneliti yang mempertanyakan alasan mulainya persalinan, memfokuskan pada keseimbangan antara kadar hormone yang tampaknya menstimulasi kontraksi persalinan dan kadar hormone yang cenderung merelaksasi otot uterus. Teori berikut merupakan beberapa teori yang paling banyak diterima sebagai kemungkinan penjelasan terjadinya awitan persalinan.

2.      Teori Esterogen dan Progesteron
Teori ini mengajukan bahwa rasio esterogen-progesteron penting dalam mempertahankan kehamilan dan memulai proses persalinan. Kadar kedua hormone tersebut mengatur perubahan konsentrasi konseptor oksitosin dalam uterus. Dalam penelitian pada hewan penurunan sirkulasi progesterone terbukti memfasilitasi kontraksi uterus dengan meningkatkan pembentukan celah pertautan dan meningkatkan pembentukan prostaglandin E2 (PGE2), esterogen meningkatkan pembentukan celah pertautan dan meningkatkan sintesis local PGE2 . Selama beberapa tahun diyakini bahwa awitan persalinan dihasilkan dari penurunan progesterone pada saat esterogen relative mendominasi namun bukti penting tidak menunjukkan bahwa penurunan progesterone terjadi saat persalinan dimulai.

3.      Teori Oksitosin
Teori oksitosin menyatakan bahwa oksitosin menstimulasi kontraksi uterus dengan bekerja secara langsung pada miometrium dan secara tidak langsung meningkatkan produksi prostaglandin didalam desidua. Uterus menjadi semakin sensitive terhadap oksitosin seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Hasil penelitian tidak memberikan dukungan yang konsisten terhadap teori ini, meskipun beberapa studi menghubungkan peningkatan kadar oksitosin dengan awitan persalinan, studi lain tidak mengindikasikan bahwa kadar hormone ini meningkat sebelum atau selama kala satu persalinan. Konsentrasi tertinggi dalam aktivitas oksitosin didalam darah telah ditemukan pada kala dua persalinan. Oleh karena itu manusia dan mamalia lain mengalami proses persalinan secara normal meskipun hipofisis, yang mensekresikan oksitosin telah diangkat atau mengalami kerusakan, tampaknya tidak mungkin bahwa hormone oksitosin ini secara tunggal memulai proses persalinan.

4.       Teori Kontrol Endokrin Janin
Teori control endokrin janin mengajukan bahwa pada waktu maturitas janin yang tepat, kelenjar adrenal janin menyekresikan kortikosteroid yang memicu mekanisme persalinan. Steroid janin menstimulasi pelepasan prekusor ke prostaglandin yang pada akhirnya menghasilkan kontraksi persalinan pada uterus. Sesaat sebelum persalinan, sensitivitas kelenjar adrenal janin terhadap hormone adrenokortikotropik yang dihasilkan oleh hipofisis, mengalami peningkatan, menyebabkan peningkatan produksi kortisol. Pelepasan kortikosteroid selama periode stress telah diajukan sebagai sebuah penyebab persalinan premature. Ini dapat terjadi jika janin dalam kondisi membahayakan, seperti preeklamsi atau overdistensi uterus akibat kehamilan multiple atau hidramnion.

5.      Teori Prostaglandin
Hipotesis prostaglandin menyatakan bahwa persalinan manusia dimulai oleh serangkaian kejadian, termasuk pelepasan precursor lipid, yang kemungkinan di picu oleh kerja steroid, pelepasan asam arakidonat dari prekusor ini, mungkin pada sisi membrane janin , peningkatan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat dan peningkatan kontraksi uterus sebagai akibat dari kerja prostaglandin pada otot uterus. Studi tentang mekanisme sintesis prostaglandin telah menunjukan bahwa asam arakidonat, prekusor wajib pada prostaglandin meningkatkan secara nyata dalam perbandingan dengan asam lemak lain di cairan amnion wanita dalam proses persalinan. Prostaglandin efektif dalam menginduksi kontraksi uteri pada setiap tahap kehamilan. Prostaglandin dihasilkan oleh desidua uteri, tali pusat, dan amnion. Penemuan penelitian bervariasi mengenai apakah konsentrasi prostaglandin meningkat dalam cairan amnion dan darah maternal sesaat sebelum awitan persalinan. Bagaimanapun juga, kadar prostaglandin diketahui tinggi selama dan sesudah persalinan (Reeder, 2011).

C.    Tanda-tanda persalinan

1.      Persalinan semu dan persalinan sejati
Persalinan semu
Persalinan sejati
Tidak ada perubahan pada servik ketidaknyamanan biasanya berada abdomen bawah dan pangkal paha.
Dilatasi dan penipisan servik yang progresif ketidaknyamanan dimulai pada bagian punggung dan menyebar disekitar abdomen.
Kontraksi terjadi pada interval yang tidak teratur, tidak ada peningkatan frekuensi dan intensitas kontraksi.
Kontraksi terjadi dengan interval yang teratur frekuensi, intensitas dan durasi kontraksi meningkat secara progresif.
Interval antara kontraksi tetap panjang berjalan tidak member efek peningkatan kontraksi, sering kali malah menghilangkan.
Interval antara kontraksi secara bertahap memendek kontraksi meningkat dengan berjalan.
                     

2.      Pengeluaran lendir disertai Darah ( Show )
Tanda lain menjelang persalinan adalah pengeluaran rabas vagina yang berwarna pink yang umum disebut (show).  Sekumpulan lendir yang mengisi saluran serviks selama kehamilan ( dan yang mengandung akumulasisekresi serviks) mungkin di keluarkan saat serviks melembut pada beberapa hari terakir kehamilan. Tekanan bagian prsentasi  janin ang telah turun ke rongga panggul menyebabkan kapiler yang sangat kecil di serviks mengalami  rupptur. Darah ini bercampur dengan lendir  dan membuat warna pink. (show) harus dapat di bedakan dari pengeluaran darah yang banyak, yang dapat mengindikasi adanya komplikasi obstetrik.
3.      Pecah Ketuban
Kadang-kadang, pecah ketuban merupakan indikasi  pertama mulainya proses persalinan. Setelah ketuban pecah, Selalu ada kemungkinan prolaps tali pusat jika bagian bawah janin tidak secara adekuat mengisi  pintu atas panggul. Kondisi ini paling mungkin terjadi jika presentasi  janin sungsang kaki, Presentasi bahu atau presentasi  verteks  tetapi janin tidak turun  cukup jauh kedalam panggul sebelum terjadi pecah ketuban. Ibu hamil sebaiknya disarankan untuk memberitau pemberi asuhan paranatal ketika ketuban pecah untuk menentukan apakah perlu segera dihospitalisasi.




4.      Empat Kala Persalinan
Proses persalinan dibagi kedalam 4 kala.
a.      Kala Persalinan,  Tahap dilatasi, diawali dengan awitan  kontraksi persalinan yang teratur dan diakiri dengan dilatasi  serviks secara lengkap. Tahap ini dapat di bagi kedalan 3 fase laten, aktif dan transisi.
b.     Kala 2 persalinan, tahap panggul, dimulai dengan dilatasi serviks secara lengkap dan di akiri dengan pelahiran atau kelahiran bayi.
c.      Kala 3 persalinan, tahap plasenta, di mulai dengan kelahiran bayi dan diakiri dengan pelahiran plasenta.
d.     Kala 4 persalinan, tahap pemulihan, di mulai dengan pelahiran  plasenta dan berlanjut sampai 1 hingga 4 jam pertama pascapartum.

5.      Durasi Persalinan
Meskipun terdapat beberapa tingkat perbedaan rata rata lama persalinan dapat di perkirakan berdasarkan studi pada catatan beberapa ribu primigravida dan multipara. Dalam studi klasik tentang durasi persalinan, Friedman( 1978) mengulas waktu yang di habiskan dalam kala satu dan dua persalinan pada sebuah kelompok  yang terdiri atas 500 wanita yang berada dalam kondisi normal dengan hasil yang baik. Hasil studi ini dan studi lain yang sejenis dirangkum dalam gambar 21-1. Rata rata durasi persalinan pertama primigravida  adalah sekitar 14 jam ; sekitar 13 jam pada kala 1,5 menit sampai 1 jam pada kala 2 dan 10 menit pada kala 3. rAta rata durasi persalinan multipara adalah sekitar 6 jam lebih pendek  di bandingkan persalinan pertama (7 jam 20 menit pada kala 1,15 sampai 30 menit pada kala 2, dan 10 menit pada kala 3) (Reeder, 2011).






D.    Macam  persalinan berdasarkan cara pengeluarannya
1.       Persalinan spontan
Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri melalui jalan lahir.
2.      Persalinan Buatan
 Persalinan dengan bantuan tenaga dari  luar, misalnya forcep/vacuum/SC.
3.       Persalinan anjuran
Persalinan dengan bantuan diberi obat-obatan baik disertai atau tanpa pemecahan ketuban (Baety, 2011).
E.     Tahap-tahap persalinan
1.      Kala 1 Persalinan
Selama kala 1 persalinan, Dilatasi pada serviks (10 cm) lengkap. Proses ini di bagi menjadi 3 fase yaitu:
a.       Fase laten
Di mulai dari awal persalinan sejati dan berakhir dengan awal persalinan aktif. Kontraksi tidak teratur setiap 5-30 menit, lamanya 10-30 detik, servik lebih lunak dan tipis, dilatasi 0 sampai 3-4cm.
b.      Fase aktif
Di mulai dari awal persalinan aktif dan maju ke fase transisi. Kontraksi uterus sedang sampai kuat seiap 2-5 menit, lamanya 30-90 detik, dilatasi servik untuk nullipara 1,2 cm/jam dan untuk multipara 1,5 cm/jam.
c.       Fase transisi
Dilatasi servik 8-10 cm dan dicirikan denagan  kontraksi uterus yang intens setiap 2-3 menit.








2.      Kala 2 persalinan
Selama kala dua persalinan, intensitas kontraksi meningkat, berlangsung selama 50 sampai 70 detik, dan terjadi pada interval 2 atau 3 menit. Jika ketuban belum pecah, maka pecah ketuban sering kali terjadi pada awal kala ini, dengan semburan cairan ketuban dari vagina. Pada kasus yang jarang, bayi baru lahir dilahirkan dalam "caul", yaitu bagian selaput ketuban yang membungkus kepala bayu baru lahir.
Saat kepala janin atau bagian presentasi janin menurun dan mencapai dasar perineum, bagian presentasi janin menekan saraf sakralis dan saraf obturatorius sehingga menyebabkan ibu merasakan desakan untuk mengejan, dan otot abdomen dibuat menegang. Saat kontraksi berlangsung, wanita menegang atau "mengejan" dengan seluruh kekuatannya sehingga wajahnya memerah dan pembuluh besar di lehernya mengalami distensi. Akibat pengarahan tenaga ini, ia akan berkeringat dengan sangat banyak. Selama kala ini, wanita mengerahkan seluruh tenaganya untuk melahirkan bayi. Terdapat tekanan yang jelas pada area perineum dan rektum, dan desakan untuk mengejan biasanya diluar kontrol wanita. Ketika bagian presentasi fetal mendistensikan dasar panggul, reseptor regangan memicu pelepasan okitosin endogen. Dengan demikian, desakan untuk mengejan lebih dipengaruhi oleh letak janin dibandingkan dengan dilatasi serviks .
Menjelang akhir kala dua, tekanan kepala janin ke bawah pada vagina menyebabkan anus menjadi meregang dan menonjol keluar, dan sering kali partikel kecil dari materi feses dikeluarkan dari rektum pada setiap kontraksi. Setelah kepala lebih jauh turun, daerah perineum mulai mengembung, dan kulit perineum menjadi tegang dan berkilau. Pada saat ini, kulit kepala janin dapat dideteksi melalui lubang vulva yang menyerupai celah. Pada setiap kontraksi berikutnya, perineum menjadi lebih mengembung, dan vulva menjadi lebih terdilatasi dan terdistensi oleh kepala; lubang vulva secara bertahap berubah bentuk menjadi oval kemudian terakhir menjadi berbentuk lingkar. Setiap kontraksi berhenti, lubang vulva menjadi lebih kecil, dan kepala janin masuk kembali sampai kemudian kembali keluar saat terjadi kontraksi berikutnya.
Sekarang kontraksi terjadi lebih cepat,  hampir tidak ada interval diantaranya. Saat kepala semakin jelas terlihat, vulva menjadi semakin tertarik dan akhirnya melingkari diameter terbesar kepala janin. Kondisi ini dikenal sebagai crowning. Episiotomi dapat dilakukan pada saat ini, sementara jaringan di sekitar perineum ditopang dan kepala dilahirkan. Satu atau dua kontraksi lagi normalnya cukup untuk mencapai kelahiran.
Pada kala satu persalinan, kekuatan terbatas pada kerja uterus, sedangkan pada kala dua, terdapat dua kekuatan penting: kontraksi uterus secara involunter dan tekanan intra abdomen secara volunter, tekanan intra abdomen secara volunter diperoleh dengan upaya mengejan dari ibu. Kedua kekuatan tersebut sangat penting untuk keberhasilan pelahiran spontan di kala dua, kontraksi uterus tanpa upaya mengejan dari ibu hanya sedikit berguna dalam mengeluarkan janin, sementara upaya mengejan saat tidak ada kontraksi uterus adalah tindakan yang sia-sia.
Mekanisme Persalinan
Dalam melewati jalan lahir, bagian presentasi janin akan mengalami perubahan posisi, yang disebut pergerakan kradinal, yang merupakan mekanisme persalinan. Pergerakan ini dirancang untuk menyesuaikan diameter terkecil dari bagian presentasi janin dengan kontur dan beragam diameter saluran panggul sehingga bagian presentasi janin sedapat mungkin hanya mendapatkan sedikit tahanan.
Mekanisme persalinan terdiri atas kombinasi gerakan, beberapa diantaranya dapat terjadi pada waktu bersamaan. Setelah terjadi, kontraksi uterus membawa modifikasi penting dalam sikap janin, khususnya setelah kepala turun ke panggul. Adaptasi janin terhadap jalan lahir ini meliputi gerakan-gerakan berikut: penurunan (descent), fleksi, rotasi internal, ekstensi, rotasi eksternal (restitusi), dan ekpulsi/pengeluaran.

Untuk tujuan pengajaran, beragam pergerakan digambarkan seakan-akan terjadi secara independen yaitu:
a.      Engagement
Pada minggu-minggu akhir kehamilan atau pada saat persalinan dimulai kepala masuk lewat PAP, umumnya dengan presentasi biparietal (diameter lebar yang paling panjang berkisar 8,5-9,5 cm) atau 70% pada panggul ginekoid.
Masuknya kepala:
-          Pada primi terjadi pada bulan terakhir kehamilan
-          Pada multi terjadi pada permulaaan persalinan
Kepala masuk pintu atas panggul dengan sumbu kepala janin dapat tegak lurus denagn pintu atas panggul (sinklitismus)atau miring/membentuk sydut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior/posterior).
Masuknya kepala kedalam PAP      dengan fleksi ringan, sutura sagitalis/SS melintang.
Bila SS ditengah-tengah jalan lahir: synsiklitismus
Bila SS tidak ditengah-tengah jalan lahir: asynsiklitismus
Asynsiklitimus posterior: SS mendekati simfisis
Asynsiklitimus anterior: SS mendekati promontorium (Dwi Asri, 2010)
b.      Penurunan (descent).
Menurut Reeder, 2011 adalah Prasyarat pertama untuk kelahiran adalah penurunan (descent). Saat kepala janin telah turun sehingga diamter biparietal terbesarnya berada di atau telah melewati pintu atas panggul, kepala dikatakan telah mencakap (engaged). Ini memberi indikasi jelas bahwa pintu atas panggul cukup besar sehingga dapat mengakomodasi bagian terlebar kepala janin dan memiliki ukuran yang adekuat. Untuk rata-rata kepala janin, jarak linear antara oksiput dan bidang diameter biparietal lebih kecil dibandingkan jarak antara pintu atas panggul dan spina iskiadika. Sehingga, saat oksiput setinggi spina iskiadika, diameter biparietal biasanya telah mel     ewati pintu atas panggul, dan oleh karena itu verteks kemudian telah mencakap (engaged). Namun, perawat tidak dapat berasumsi bahwa engagement telah terjadi hanya karena verteks telah berada pada spina. Saat kepala janin telah mengalami penyesuaian secaea bermakna, dengan akhirnya meningkatkan jarak antara oksiput dan diameter biparietal, verteks dapat dirasakan pada spina, tetapi diameter terbesarnya mungkin masih berada di atas pintu atas panggul.
Spina iskiadika digunakan sebagai penanda (landmark) untuk menggambarkan posisi relatif kepala janin di dalam panggil. Hubungan ini dievaluasi selama setiap pemeriksaan panggul dan dicatat, bersamaan dengan pengajian dilatasi dan penipisan serviks.
Pada primigravida,  engagement sering kali mengawali awitan persalinan. Kondisi ini dinamakan lightening, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Karena verteks sering kali berada jauh di dalam panggul pada awal persalinan, penurunan selanjutnya menjadi tidak penting sampai kala dua persalinan. Namun pada multipara, penurunan sering kali dimulai dengan engagement. Setelah dimulai, penurunan tidak dapat dihindari lagi berhubungan dengan beragam pergerakan mekanisme persalinan.
Menurut Dwi Asri, 2010 adalah penurunan kepala janin sangat tergantung pada arsitektur pelvis dengan hubungan ukuran kepala dan ukuran pelvis sehingga penurunan kepala berlangsung lambat. Kepala turun kedalam rongga panggul, akibat: tekanan langsung dari his daerah fundus kearah daerah bokong, tekanan dari cairan amnion, kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan, dan badan janin terjadi ekstensi dan menegang).




c.       Fleksi
Menurut Reeder, 2011 adalah Fleksi terjadi di awal proses penurunan, saat kepala menemui tahanan dari jaringan lunak panggul, dasar panggul, dan serviks. Kepala dapat menjadi sangat fleksi sehingga dagu bersentuhan dengan sternum; akibatnya, diamter antero-posterior terkecil ( bidang suboksipitobregmatik ) berada di panggul.
Menurut Dwi Asri,  2010 adalah pada umumnya terjadi fleksi penuh/sempurna sehingga sumbu panjang kepala sejajar sumbu panggul     membantu penurunan kepala selanjutnya. Fleksi: kepala janin fleksi, dagu menempel ke thorak, posisi kepala berubah dari diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang kepala). Dengan majunya kepala        fleksi bertambah       ukuran kepala yang melalui jalan lahir lebih kecil (diameter suboksipito-bregmatika menggantikan suboksipito frontalis). Fleksi terjadi karena anak didorong maju, sebaliknya mendapat tahanan dari PAP, serviks, dinding panggul/dasar panggul.
d.      Rotasi internal ( putaran paksi dalam )
Menurut Reeder, 2011 adalah Kepala memasuki panggul pada posisi melintang atau diagonal. Ketika mencapai dasar panggul, oksiput berotasi dan berada di bawah simfisis pubis. Dengan kata lain,  dengan rotasi internal, Sutura Sagitalis berada di diameter anteroposterior pintu bawah panggul. Meskipun oksiput biasanya berotasi ke depan, kadang-kadang oksiput dapat menuju ke rongga sakrum. Jika rotasi anterior tidak terjadi, oksiput biasanya berotasi secara langsung ke posisi oksipitoposterior, sebuah kondisi yang dikenal sebagai oksipitoposterior persisten (menetap).



Menurut Dwi Asri, 2010 adalah rotasi interna (putaran paksi dalam): selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil kearah depan (kebawah simpisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis. Perputaran kepala (penunjuk) dari samping kedepan atau kearah posterior (jarang) disebabkan:
-  Ada his selaku tenaga/gaya pemutar.
-    Ada dasar panggul beserta oto-otot dasar panggul selaku tahanan.
Bila tidak tarjadi putaran paksi dalam umumnya kepala tidak turun lagi dan persalinan diakhiri dengan tindakan vakum ekstrasi.
Pemutaran bagian depan anak sehingga bagian terendah memutar kedepan kebawah simfisis.
·         Mutlak perlu terjadi, karena untuk menyesuaikan dengan bentuk jalan lahir
·         Terjadi dengan sendirinya, selalu bersamaan dengan majunya kepala
·         Tidak terjadi sebelum sampai Hodge III
·         Sebab-sebab putaran paksi:
-          Pada letak fleksi      bagian belakang kepala merupakan bagian terendah
-          Bagian terendah mencari tahanan paling sedikit, yaitu didepan atas (terdapat hiatus genitalis)
-          Ukuran terbesar pada bidang tengah panggul   diameter anteroposterior.





e.       Ekstensi
Menurut Reeder, 2011 adalah Sesudah oksiput keluar dari panggil, tengkuk leher menjadi berada di bawah lengkung pubis dan ini merupakan sumbu putar untuk kepala. Ekstensi kepala terjadi, dan bagian depan kepala, wajah, dan dagu dilahirkan.
Menurut Dwi Asri, 2010 adalah dengan kontraksi perut yang benar dan adekuat kepala makin turun dan menyebabkan pernium distensi. Pada saat ini puncak kepala berada di simfisis dan dalam keadaan begini kontraksi perut ibu yang kuat mendorong kepala ekspulsi dan melewati introitus vagina.
·    Defleksi dari kepala
·    Pada kepala bekerja 2 kekuatan, yaitu yang mendesak kepala kebawah dan tahanan   dasar panggul yanga menolak keatas       resultantenya kekuatan kedepan atas.
·    Pusat pemutaran: hipomoklion
·    Ekstensi terjadi setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut: oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut.

f.       Rotasi eksternal (putaran paksi luar)
Menurut Reeder, 2011 adalah Setelah kepala lahir, kepala tetap berada dalam posisi anteropossterior dalam waktu singkat, kemudian kepala bergerak ke salah satu sisi sesuai dengan proses yang disebut Restitusi. Apabila oksiput pada awalnya mengarah ke panggul kiri ibu maka kepala berotasi ke kiri. Apabila pada awalnya oksiput pada awalnya mengarah ke kanan panggul ibu, maka kepala berotasi ke kanan.. Kondisi ini dinamakan rotasi eksternal (putaran paksi luar) dan disebabkan oleh fakta bahwa telah masuknya bahu ke rongga panggul dalam posisi melintang, mengalami rotasi internal ke posisi anteroposterior, seperti halnya kepala. Kondisi ini membawa kepala yang telah berada di luar untuk melakukan rotasi.
Menurut Dwi Asri, 2010 adalah setelah seluruh kepala sudah lahir terjadi putaran kepala ke posisi pada saat engagement. Denagan demikian bahu depan dan belakang dilahirkan lebih dahulu dan diikuti dada, perut, bokong dan seluruh tungkai.
·         Setelah kepala lahir       memutar kembali kearah punggung untuk menghilang torsi pada leher (putran restitusi).
·         Selanjutnya putaran dilanjutkan sampai belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadikum sefihak       putaran paksi luar sebenarnya
·         Putaran paksi luar disebabkan ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari PAP
·         Setelah putaran paksi luar      bahu depan dibawah simfisis menjadi hipomoklion kelahiran bahu belakang
·         Bahu depan menyusul lahir, diikuti seluruh badan anak

g.      Pengeluaran (Ekspulsi )
Menurut Reeder, 2011 adalah Hampir sesaat setelah rotasi eksternal, bahu anterior muncul di bawah simfisis pubis dan diam sesaat di bawah lengkung pubis untuk beraksi sebagai sumbu putar bagi bahu yang lain. Saat batas anterior perineum terdistensi, bahu posterior dilahirkan, dibantu dengan menarik tubuh bayi ke atas. Setelah bahu dilahirkan, badan segera keluar.
Menurut Dwi Asri, 2010 adalah setelah putaran paksi luar     bahu depan dibawah simfisis menjadi hipomoklion kelahiran bahu belakang, bahu depan menyusul lahir, diikuti seluruh badan anak: badan (torak, abdomen) dan lengan, pinggul/trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki.







3.      Kala 3 persalinan
Kala III persalinan terdiri atas dua fase, yaitu pelepasan plasenta dan ekspulsi (pengeluaran) plasenta.
a.      Pelepasan Plasenta
Saat uterus yang isinya telah berkurang berkontraksi pada interval teratur, area tempat menempelnya plasenta menjadi sangat berkurang. Perbedaan pro-porsi yang besar antara menurunnya ukuran tempat penempelan plasenta dan ukuran plasenta menyebabkan pelipatan atau penggantungan plasenta di permukaan maternal, dan pelepasan terjadi. Sementara, perdarahan terjadi di dalam lipatan plasenta ini, yang mempercepat pelepasan organ. Plasenta masuk ke segmen bawah uterus atau vagina atas sebagai plan yang terpisah. Tanda pelepasan plasenta biasanya terjadi dalam 5 menit setelah kelahiran bayi.
b.      Pengeluaran Plasenta
Pengeluaran plasenta mungkin terjadi dengan upaya mengejan ibu jika ia tidak dianestesi. Jika tidak dapat dilakukan, pelepasan plasenta biasanya dicapai de­ngan tangan yang menekan fundus uterus secara lembut. Jangan memberikan tekanan berlebihan pada fundus untuk mencegah kemungkinan terjadinya inversi uterus. 
Plasenta dapat dikeluarkan dengan salah satu dari 2 .mekanisme. Mekanisme Schultze, pada kurang lebih 80% pelahiran, menandakan bahwa plasenta terlepas pertama kali pada bagian pusatnya, dan biasanya pengumpulan darah dan bekuan ditemukan pada kantong selaput amnion. Mekanisme Duncan terjadi pada sekitar 20% pelahiran dan memberi kesan bahwa plasenta terpisah pertama kali pada bagian tepinya. Perdarahan biasanya terjadi pada saat pelepasan pada mekanisme Duncan. Tidak ada makna klinis yang dikaitkan dengan kedua mekanisme ini.

Kontraksi uterus sesudah kelahiran tidak hanya menghasilkan pemisahan plasenta, tetapi juga mengontrol perdarahan uterus. Kontraksi serat otot uterus ini menghasilkan penutupan banyak pembuluh darah yang berada di dalam celah otot uterus. Meski demikian, kehilangan darah di kala III tidak dapat dihindari, biasanya mencapai jumlah 500 ml atau kurang. Salah satu tujuan penatalaksanaan persalinan adalah menjaga agar perdarahan minimal.
4.      Kala 4 persalinan
Empat jam pertama pascapartum, yang terkadang disebut kala IV persalinan, merupakan waktu pengembalian stabilitas fisiologis. Selama periode ini, kontraksi dan retraksi miometrium, disertai dengan trombosis pembuluh darah, bekerja secara efektif untuk mengontrol perdarahan dari tempat plasenta. Bagaimanapun, terdapat kemungkinan risiko terjadi­nya pendarahan, retensi urine, hipotensi, dan efek samping anestesia.
Periode ini juga penting untuk pembentukan awal hubungan ibu-bayi dan konsolidasi unit keluarga. Interaksi awal orang tua dengan bayi baru lahir dan bayi baru lahir dengan orang tua dipercaya memengaruhi kualitas hubungan mereka selanjutnya (Reeder, 2011).
F.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN
Faktor yang mempengaruhi persalinan adalah:
1.      POWER (Tenaga yang mendorong Anak)
Power atau tenaga yang mendorong anak adalah
a.    His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan
·      His persalinan yang menyebabkan pendataran dan pembukaan serviks.
Terdri dari: his pembukaan, his pengeluaran dan his pelepasan uri.
·      His pendahuluan tidak berpengaruh terhadap serviks.
b.   Tenaga Mengejan:
·      Kontraksi otot-otot dinding perut.
·      Kepala di dasar panggul merangsang mengejan.
·      Paling efektif saat kontraksi/his.
2.      PASSAGE (Panggul)
a.   Bagian-bagian tulang panggul
Panggul terdiri dari empat buah tulang:
1)   Dua Os Coxae:
(a)  Os ischium
(b)   Os pubis
(c)    Os sacrum
(d)   Os illium

2)   Os Cossygis
Pelvis mayor disebelah atas pelvis minor, superior dari linea terminalis. Fungsi obstetriknya menyangka uterus yang membesar waktu hamil.
Os illium
Titik penting:
§  Spina illiaka anterior soperior: tempat perlekatan ligamentum inguinalr.
§  Spina illiaka posterior superior: setinggi vorertebra sacral kedua, dari luar tampak sebagai lekuk pada kulit.
§  superior ke Spina illiaka posterior superior.
Os Ischium
Terdiri atas corpus tempat bersatunya ramus inferior dan superior
§  Corpus membentuk acetabulum
§  Ramus superior terletak dibelakang dan bawah corpus
§  Ramus inferior menjadi satu dengan ramus inferior osis pubis
§  Spina isciadika memisahkan insisura isciadika mayor dengan insisura isciadika minor
§  Tuber isciadikum adalah bagian terbawah iscium dan merupakan tulang duduk pada manusia.


Os Pubis
Terdiri dari corpus dan dua buah rami        
§  Corpus mempunyai permukaan medial yang kasar. Bagian ini menjadi satu dengan bagian yang sama pada os pubis sisi yang lain sehingga yang membentik sympisis pubis. Muskulus lefator ani melekat pada permukaan dalam os pubis.
§  Crista pubis adalah tepi atas corpus
§  Tuberculum pubicum adalah ujung lateral crista pubika
§  Ramus superior bertemu dengan corpus osis pubis pada tubertculum pubicum dan dengan corpus osisi illii pada linea illiopectinea. Ramus superior membentuk sebagian acetabulum.
§  Ramus inferior menjadi satu dengan ramus superior ossis ischii.
Os Sacrum
§  Berbentuk segitiga, basis di atas, apek di bawah.
§  Terdiri dari 5 os vertebra yang tumbuh menjadi satu
§  Diantara os coxae, melekat pada tulang tersebut melalui articulatio sacroilliaka
§  Permukaan atas vertebra sacralis pertama bersendi dengan permukaan bawah vertebra lumbal ke 5
§  Permukaan depan cekung, belakangannya cembung
§  Promontorium, adalah tepi anterior superior vertebra sacralis pertama. Bagian ini sedikit menonjol kedalam cavum pelvis, sehingga mengurangi diameter antero posterior aditus pelvis.
Os Coccygis                                                                                           
§  Terbentuk dari 4 buah vertebra rudimenter
§  Permukaan atas vertebra coccygealis pertama bersendi dengan permukaan bawah vertebra sacralis ke 5, sehingga membentuk artikulasiocoocygealis.
§  Dari atas kebawah pada cocygis melekat otot m. Coccygeus, m. Levator ani dan m. Spinter ani eksternus.
§  Tulang-tulang tersebut (os coxae, os sacrum, os cocygis) bersendi pada empat buah artikulasio.
§  Artukulasio sacroiliaka : sendi terpenting menghubungkan os sacrum dengan os illium. Sympisis pubis menghubungkan kedua os pubis. Artikulasio sacro coccygealis menghubungkan os sacrum dengan os coccyges.
b. Bagian-bagian pelvis minor
Pelvis minor, dibagi 3 bagian:
·         Pintu Atas Panggul/PAP
-          anterior : crista & spina pubica
-          Lateral : linea illiopectinea pada os coxae
-          Posterior : tepi anterior ossis sacri & promontorium
·         Cavum pelvis
-          Dinding depan lurus & dangkal os pubis panjangnya 5 cm
-          Dinding belakang cekung & dalam. Panjang os sacrum 10-15 cm
-          Os ischium & sebagian corpus ossisilli terdapat disebelah lateral
·         Pintu Bawah Panggul/PBP
Berbentuk jajaran genjang, batas-batasanya :
-          Anterior : lig arcuatum pubis dan artcus pubis
-          Lateral : tuber ischiadikum dan ligamentum sacrotuberosum
-          Posterior : ujung os sacrum

Inclianatio pelvis : diperiksa pada wanita dengan sikap berdiri tegak. Bidang PAP membuat sudut lebih kurang 60˚ SIAS terletak pada satu bidang vertikal yang sama dengan spina pubica. Sumbu jalan lahir adalah jalan yang ditempuh oleh bagaian terendah janin waktu melewati panggul. Mula-mula sumbu ini jalan kebelakang sampai setinggi spina isciadica yang merupakan tempat peletakan otot-otot dasar panggul. Disini arahnya berubah menjadi keatas depan.

c. Bidang Panggul
Bidang panggul adalah bidang datar imajiner yang melintang terhadap panggul pada tempat pada tempat yang berbeda. Bidang ini digunakan untuk menjelaskan proses persalinan.
§  PAP
-          Diameter transversa (13,5 cm)
-          Konjugata obstetrica normal >10 cm
·         PTP
-          Diameter interspinosum (10 cm)

Bidang terbesar pada cavum pelvis
Bagian terluas dan bentuk hampir seperti lingkaran. Batasnya adalah:
§  Anterior : titik tengah permukaan belakang os pubis.
§  Lateral : Sepertiga bagian atas dan tengah foramen obturatorium
§  Posterior : Hubungan antara vertebra sacralis kedua dan ketiga

Diameter yang penting
·         Diameter antero posterior
Jarak antara titik tengah permukaan belakang os pubis 12,27
·         Diameter tranversa
Jarak terbesar tepi lateral kanan-kiri bidang tersebut 12,5. Bidang terkecil dari cavum pelvis. Ruang paling sempit, paling sering terjadi macetnya persalinan. Terbentang dari apek arcus subpubicus, melalui spina isciadika kesacrum (hubungan antara vertebra sacralis ke-45.



·         Batas-batas :
-          Tepi bawah sympisis pubis
-          Spina ischiadica
-          Lig sacrospinosum
-          Os sacrum
·         Diameter penting
-          Diameter antero posterior (tepi bawah sympisis pubis ke hubungan antara vertebra sacralis ke 4-5). 12,5 cm
-          Diameter tranversa : antara spina isciadica kanan-kiri. 10,5
-          Diameter sagitalis posterior : dari distanila insterspinarum ke hubungan antara vertebra sacralis ke 4-5. 4,5-5 cm.

Bidang terkecil dari cavum pelvis
·                     Ruang paling sempit, paling sering terjadi macetnya persalinan.
·                     Terbentuknya dari apek arcus subpubicus, melalui spina isciadika ke sacrum (hubungan antara vertebra sacralis ke 4-5.
·                     Batas-batas :
-                      Tepi bawah sympisis pubis
-                      Spina ischiadica
-                      Lig sacrospinosum
-                      Os sacrum

Diameter penting
-          Diameter anterior posterior (tepi bawah sympisis pubis ke hubungan antara vertebra sacralis ke 4-5). 12,5 cm.
-          Diameter tranversa : antara spina ischiadica kanan-kiri. 10,5 cm
-          Diameter sagitalis posterior ; dari distantia interspinarum ke hubungan antara vertebra sacralis ke 44-5. 4,5-5 cm.


Pintu bawah panggul
Dua buah segitiga yang mempunyai basis bersama dan meruapakan bagian terbawah, yaitu distansia inetrspinosum.
·         Batas segitiga depan
-          Basisnya : distansia intertuberosum
-          Apexnya : angulus subpubicus
-          Sisinya : ramus osis pubis dan tuber ischiadicum
·         Batas segitiga belakang
-          Basisnya : distansia interspinosum
-          Apexnya : articulatio sacrococygealis
-          Sisinya : ligamentum sacrotuberosum
·         Diameter PBP
-          Diameter anterior posterior anatomis
Dari margo inferior sympisis pubis ke ujung os coccygis. 9,5 cm.
-          Diameter antero posterior obstetrik
Dari margo inferior sympisis pubis ke articulatio sacroccygealis.11,5 cm.
-          Diameter transfersa
Jarak antara permukaan dalam puber isciadikum kanan-kiri.11 cm.
-          Diameter sagitalis posterior
Dari pertengahan diameter tranfersa ke artikulasio sacro coccygealis.9 cm.
-          Diameter sagitalis anterior
Dari pertengahan diameter tranfersa ke angulus subpubicus. 6 cm.




3. PASSAGER (Fetus)
o   Akhir minggu ke 8 jam mulai nampak menyerupai manusia dewasa, menjadi jelas pada akhir minggu 12.
o   Usia 12 minggu jenis kelamin luarnya sudah dapat dikenali
o   Quickening (terasa gerakan janin pada ibu hamil) terjadi usia kehamilan 16-20 minggu.
o   Djj mulai terdengar minggu 18/10
o   Panjang rata-rata janin cukup bulan 50 cm
o   Berat rata-rata janin laki 3400 gr, perempuan 3150 gr
o   Berat rata-rata janin lingkar kepala dan bahu hampir sama.

Hal yang menentukan kemampuan untuk melewati jalan lahir faktor passager adalah:
·         Prestasi janin dan bagian janin yang terletak pada bagian depan jalan lahir, seperti:
o   Presentasi Kepala (Verteks, Muka, dahi)
o   Presentasi Bokong : Bokong Murni (Frank Breech), Bokong Kaki (Complete breech), Letak lutut atau letak kaki (Incomplete breech)
o   Presentasi Bahu (Letak Lintang)
·         Sikap janin
Hubungan bagian janin (kepala) dengan janin lainya (badan), misalnya fleksi, defleksi, dll.
·         Posisi Janin
Hubungan bagian/point penentu dari bagian terendah janin dengan panggul ibu, dibagi dalam 3 unsur:
-          Sisi Panggul Ibu : Kiri, Kanan, dan Melintang
-          Bagian Terendah janin, oksipur, sacrum, dagu dan scapula
-          Bagian Panggul Ibu : Depan, Belakang
Bentuk/ukuran kepala janin menentukan kemampuan kepala untuk melewati jalan lahir.
4. PLASENTA
Merupakan salah satu faktor dengan memperhitungkan implantasi plasenta pada dinding rahim
5. PSYCHOLOGIC
Psychologic adalah kondisi psikis klien, tersedianya dorongan positif, persiapan persalinan, pengalaman lalu, dan strategi adaptasi/coping (Dwi Asri, 2010).
G.    Proses Terjadinya Nyeri Persalinan
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Asal Nyeri Persalinan
Pemahaman kita mengenai faktor fisiologi yang menyebabkan persalinan terasa nyeri kurang adekuat dan cenderung bertumpu pada berbagai karya reliabel.
Nyeri pada persalinan tanpa komplikasi
Nyeri persalinan biasanya dikaitkan dengan regangan, tekanan, dan robekan struktur-struktur lokal. Walaupun karakteristik yang berbeda dikaitkan dengan nyeri pada kala persalinan yang berbeda, tidak jelas apakah karakteristik ini ditentukan oleh pengkajian nyeri, oleh status emosional wanita atau oleh intervensi perawat.
Nyeri pada persalinan dengan komplikasi
Pada persalinan yang dimulai tana komplikasi, ibu dapat menghadapi nyeri derajat lain. Nyeri tambahan, mungkin dengan tanda dan gejala lain, dapat menunjukkan komplikasi yang mengancam kesejahteraan bayi, ibu atau keduanya.
Persalinan OP
Nyeri persalinan dengan kepala janin dalam posisi oksipito posterior (OP) adalah bagian dari cerita kebidanan. Hal karena perawatan wanita bersalin menuntut semua ktrampilan bidan, serta bahkan berarti lebih menuntut  ketahanan wanita. Persalinan OP, atau back labour di Amerika Utara, paling sering diakibatkan oleh malposisi janin. Insiden dipersulit oleh kesulitan mendiagnosis posisi OP pada awal persalinan dan kemungkinan bersama dengan makin majunya persalinan, kepala mulai berputar ke anterior.
Insiden persalinan OP mengandung arti hubungan yang menarik pada metode pengendalian nyeri yang paling tepat bagi perawatan wanita bersalin. Analgesia epidural tidak diragukan lagi paling sesuai bagi wanita dengan tidak diragukan lagi paling sesuai bagi wanita dengan persalinan OP, seperti yang telah penulis pelajari ketika perawat wanita muda yang tidak disokong dan ketakutan, yang bayinya terletak posterior. Ketika analgesia epidural, ia setuju dan kemudian mampu menghargai dan belajar mengenai bagaimana menjadi ibu. Ketika epidural digunakan dengan tepat untuk mengontrol nyeri persalinan OP, analgesia ini juga berperan pada terjadinya malposisi ini. Fenomena ini dapat dikaitkan dengan perubahan neurologis yang diindikasi-epidural yang menyebabkan dasar panggul berelaksasi dan malposisi kepala janin. Obat oksitoksin yang diberikan untuk mengatasi kelambatan adalah penyebab hipoksia janin, yang bermanifestasi sebagain gawat janin. Untuk alasan ini intervensi untuk mempercepat persalinan menjadi penting sehingga solusi masalah ini juga dapat menjadi penyebab masalah, dan menyebabkan morbiditas lebih lanjut.
Obat simtomatik, mungkin serupa dengan akupuntur untuk nyeri punggung bawah pada persalinan adalah suntikan air steril intrakutan atau intradermal.
Sifat menantang dari komplikasi persalinan ini terletak pada, pertama,  sifat nyeri, yang tak berkurang yang menyebabkan istirahat yang minimal. Nyeri konstan diduga diakibatkan oleh tekanan oksiput janin pada sakrum ibu. Kedua, durasi persalinan, bila kepala berputar ke arah anterior, akan makin memanjang. Oleh karena durasi dari nyeri terus-menerus ini, kondisi wanita dapat memburuk dan timbul dehidrasi dan ketosis.
Ruptur uteri
Walaupun dalam bagian ini penulis berkonsentrasi pada komplikasi persalinan yang ada dengan atau secara dominan menggambarkan nyeri, ruptur uteri atau dehisens dapat menjadi pengecualian. Ketika kita berhadap bahwa jika ruptur terjadi, hal ini akan terjadi selama persalinan, jarang terjadi sebelum awitan persalinan.
Nyeri ruptur uteri bervariasi dan dominasinya tergantung pada keparahan tanda dan gejala yang menyertai, yang selanjutnya berhubungan dengan luasnya ruptur. Nyeri ruptur uteri, mencakup nyeri tekan, dengan karakteristik nyeri tekan suprapubik kontinu yang persisten, diantara kontraksi. Derajat syok maternal dan janin yang terlibat bergantung pada waktu, ketiba-tibaan dan luasnya ruptur. Pengaruh metode pengendalian nyeri yang lebih intervensif pada kejadian ruptur uteri.
Faktor predisposisi ruptur uteri mencakup aktivitas uterus yang berlebihan, kerusakan miometrium sebelumnya dan persalinan dan persalinan traumatik. Saat ini, penatalaksanaan persalinan aktif dan frekuensi operasi rahim, seperti seksio sesarea atau histerektomi dapat bergabung untuk meningkatkan signifikansi komplikasi ini. Potensi ruptur uteri yang menyebabkan adanya pepatah “sekali sesar, selalu sesar”. Resiko ruptur uteri dan kepatuhan pada pepatah ini tampak dalam perdebatan pada persalinan per vaginam.
Inversio uteri
Seperti ruptur, inversio uteri adalah bencana dalam persalinan yang membahayakan kehidupan wanita. Tidak seperti ruptur uteri, inversio lebih mungkin terjadi selama kala III persalinan. Terdapat sejumlah faktor predisposisi, termasuk berbagai bentuk kesalahan tatalaksana, seperti penekanan fundus yang yang tidak tepat dan penarikan tali pusat.
Seperti ruptur uteri, inversio bervariasi dalam keparahan dan, dengan demikian, dalam derajat nyeri yang dialami wanita. Nyeri wanita diakibatkan oleh traksi pada ligamentum latum uteri, ligamentum teres uteri dan ligamentum ovari proprium, yang menyokong uterus melalui perlekatannya pada kornu dengan dinding samping pelvis. Nyeri ini bersifat serius, tidak hanya karena nyeri ini sendiri, tetapi juga karena perburukan syok hipovelamik yang dapat mengancam jika plasenta telah lepas. Dengan demikian syok penderita jauh lebih buruk dari pada yang ditunjukan oleh perdarahan (Mander, 2004).
H.    Metode non farmakologis dan farmakologis untuk mengatasi nyeri
1.            Metode non farmakologi untuk mengatasi nyeri persalinan
a.      Masase
Penggunaan sentuhan dan masase selama persalinan memberikan penguatan dan perhatian. Masase dapat mencakup penggunaan minyak basa inert dengan atau tanpa tambahan minyak esensial. Suatu uji coba terkendali secara acak menemukan bahwa ibu melaporkan perbaikan emosi dan fisik yang bermakna setelah dipijat oleh pasangannya. Namun demikian, bagi sejumlah ibu, disentuh selama persalinan mungkin bukan tindakan yang tepat dan penting untuk mengkomunikasikan hal ini dalam persiapan persalinan, demikian juga dengan meminta izin sebelumnya. Masase juga dapat digunakan bersama dengan strategi lainya dan merupakan suatu cara yang ideal untuk melibatkan pasangan dalam asuhan untuk mendukung ibu yang bersalin. Untuk pasangan yang mengkombinasikan masase dengan tehnik bernapas dan visualisasi. Bagaimanapun juga, suatu janji coba terkendali rintisan yang dilakukan secara acak baru-baru ini telah mengidentifikasi bahwa masase saja dapat meredakan nyeri (Baston, 2011).

b.      Mengeluarkan suara
Jangan ragu, jangan merasa bahwa anda tidak pants mengeluarkan suara, itu bukan tindakan yang benar, atau bahwa anda akan dianggap mengganggu atau cengeng. Telah diketahui ahwa mengeluarkan suara adalah cara yang efektif untuk meredakan nyeri – lihatlah reaksi anak kecil ketika mereka terluka. Persalinan adalah pengalaman yang hiruk pikuk – jika erangan atau jeritan membantu anda, lakukanlah (Nolan, 2004).


c.       Pijat
Jika terbentur sesuatu, reaksi langsung anda adalah menggosok bagian yang terbentur. Penggosokan menyebabkan tubuh melepas bahan pereda nyeri alami yang disebut endorphin. Pijat adalah bentuk yang lebih canggih dari menggosok. Banyak wanita merasa terbantu jika mendapat pijatan di bagian bawah punggungnya. Beberapa calon ibu lain senang jika tulang ekornya ditekan dengan keras untuk mengimbangi kekuatan kontraksi. Tetapi beberapa lainnya sama sekali tidak ingin disentuh selama kontraksi, dan memilih untuk tidak diganggu; beberapa lainnya senang dipijat diantara kontraksi untuk membantu membuatnya rileks. Katakan pada pendukung kelahiran atau bidan anda, bagian mana yang ingin dipijat dan kapan; katakana apa yang terasa membantu dan apa yang tidak. Pijat bisa lebih menyenangkan jika pendukung kelahiran menggunakan minyak yang tidak beraroma atau minyak pijat favorit anda untuk mencegah luka gesek ketika ia menggosok kulit anda (Nolan, 2004).
d.      Pernapasan
Selama persalinan, calon ibu bernafas dengan berbagai cara. Beberapa menari nafas panjang dan lama untuk membantu mereka melewati kontraksi; ada yang bernafas dangkal dan pendek untuk mengatasi kontraksi; ada juga yang bernafas bertahap, yaitu menarik nafas pendek, menarik nafas pendek sekali lagi, lalu menghembuskan nafas pendek, dilanjutkan denagan menghembuskan nafas pendek sekali lagi. Anda boleh melakukan yang manapun, sejauh pernapasan anda teratur dan tidak menjadi panic sehingga anda mulai terengah-engah dan akhirnya menjadi pusing, mual, dan kesemutan. Biasanya akan membantu jika anda memusatkan perhatian pada pengembusan nafas(anda terprogram untuk menghirup nafas) tetapi kadang-kadang, embusan nafas bisa juga ditahan. Jadi, pikirkan konsep keluar ketika anda mengembuskan nafas dan biarkan ketegangan mengalir keluar (Nolan, 2004).
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlalu memperhatikan pola bernapas kita. Bernapas umumnya dilakukan tanpa usaha, melalui hidung dengan jeda alami setelah ekspirasi. Saat kita merasakan nyeri, bagaimanapun juga, pernapasan kita menjadi lebih dangkal dan cepat dan “jeda” diantaranya hilang. Saat mengalami nyeri berat, kita menahan napas kita sambil meringis.
Peran bidan dan para pendukung dalam persalinan adalah untuk memperhatikan kapan ibu mengubah pola pernapasannya dan menganjurkannya untuk kembali bernapas dengan pola yang mendekati pola normal, sedapat mungkin. Meskipun ibu memiliki peluang untuk mempraktekkan teknik bernapas pada masa prapelahiran, hal ini tidak terlalu penting dan bidan dapat membimbingnya dalam hal ini jika diperlukan, untuk memungkinkan ibu merasa rileks dan kembali memegang kendali. Salah satu tehniknya adalah: Duduk berhadapan dengan ibu, setinggi mata, minta ia menirukan anda. Bernapaslah melaluin hidung anda dan napas melalui mulut anda. Hal ini mungkin kurang membantu pada saat-saat ibu telah “berkontraksi pada dirinya”. Semakin maju persalinan, akan semakin cepat ia bernapas, tetapi ia membutuhkan dorongan untuk memperlambat napasnya guna menghindari rasa pusing yang disebabkan hiperventilasi. Pasangannya dapat juga dilibatkan dalam peran ini, ia dapat menjaga ibu untuk tetap memusatkan perhatian pada pernapasanya jika bidan perlu meninggalkan ruangan (Baston, 2011).

e.       Penggunaan air
Kebanyakan dari kita menemukan bahwa mandi rendam atau mandi pancur membuat relaks ketika kita sedang stress. Air sangat menenangkan otot yang nyeri. Begitu pula didalam persalinan. Berendam didalam air hangat akan sangat membantu calon ibu untuk relaks dan lebih dapat menghadapi nyeri kontraksi. Jika airnya cukup dalam, anda bisa mencoba berbagai posisi untuk menambah kenyamanan. Jika anda tidak dapat menggunakan bak rendam atau kolam lahir, cobalah mandi pancur selam persalinan(Nolan, 2004).
Rasa nyeri dalam persalinan dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan. Air hangat membantu melepaskan ketegangan otot dan meningkatkan rasa kenyamanan secara umum. Berendam selama persalinan memberikan manfaat tambahan yang memungkinkan ibu untuk merasa lebih memegang kendali dan merasakan lebih sedikit rasa nyeri. Bagaimanapun juga, berendam sebelum persalinan dimulai dapat menyebabkan kontraksi menjadi lambat. Dalam suatu kajian sistematik terhadap bukti-bukti, menyimpulkan bahwa ibu harus sudah dalam keadaan bersalin sebelum berada di dalamnya lebih dari 1-2 jam. Kegiatan masuk dan keluar dari kolam dapat memberikan manfaat dalam menentukan pola persalinan (Baston, 2011).

f.       Relaksasi
Semua orang dijelaskan diatas akan membantu anda untuk rileks, dan jika anda rileks, anda dapat menyimpan tenaga dan menjamin pasokan oksigen yang cukup untuk bayi ( jangan lupa bahwa ia juga sedang mengalami persalinan). Mempunyai hubungan yang baik dengan bidan sehingga anda bebas untuk bertanya padanya juga membuat anda rileks. Pendukung kelahiran dapat menggunakan semua pengetahuannya untuk membuat anda rileks. Jika anda mengikuti kursus persiapan persalinan, pengajar akan membantu anda belajar mengenali kapan anda menjadi tegang dan cara-cara melepaskan ketegangan (Nolan, 2004).

g.      Akupuntur
Akupuntur adalah penusukan jarum akupuntur steril pada titik-titik akupuntur tertentu. Penusukan  jarum pada sejumlah titik menimbulkan relaksasi, sementarapenusukan pada titik lainnya menghasilkan efek analgesik. Jarum dapat dilekatkan di tempatnya untuk memungkinkan ibu bergerak dengan bebas. Suatu uji coba terkendali secara acak terhadap akupuntur selama persalinan menemukan bahwa beberapa ibu dalam kelompok percobaan secara bermakna tidak terlalu membutuhkan anestesi epidural pada kelompok. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok mengenai intensitas rerata nyeri. Suatu meta-analisis terhadap tujuh uji coba melaporkan peningkatan relaksasi yang bermakna pada kelompok kontrol. Pedoman asuahan intrapartum tidak merekomendasikan penggunaan akupuntur dalam persalinan, tetapi ibu tidak boleh dilarang menggunakannya jika mereka menginginkan (Baston, 2011).

h.      Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
TENS terdiri dari sebuah mesin kecil (kira-kira berukuran seperti radio portabel) dan empat timah tipis yang yang bersambungan dengan bantalan yang lengket (elektroda). Alat-alat ini dipasang pada titik tekan akupuntur tertentu pada punggung, menghantarkan suatu arus elektrik berdenyut pada permukaan kulit. Mesin dihidupkan oleh batere dan dapat dipasang pada sebuah sabuk. Ibu menggunakan alat yang dipasang dengan tangan untuk menimbulkan arus selama kontraksi.
TENS dianggap bekerja dengan merangsang pelepasan endorfin dan menghambat penghantaran impuls nyeri ke otak. TENS memiliki efek analgesik selama persalinan, meskipun penggunaan metode tambahan pereda nyeri berkurang. Efek plasebo mungkin bermanfaat, bagaimanapun juga: dalam sebuah penelitian yang membandingkan TENS dengan TENS plasebo, kedua kelompok melaporkan berkurangnya rasa nyeri, meskipun tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut. Bukti-bukti menunjukkan bahwa penggunaan TENS dalam persalinan tidak efektif dan karenanya, tidak direkomendasikan. Ketersediaan mesin TENS bervariasi antar-rumah bersalin, walaupun banyak perusahaan yang memproduksi atau menjualnya, termasuk toko-toko kalangan atas (Baston, 2011).

2.      Metode farmakologis untuk mengatasi persalinan
a.    Analgesia Inhalasi
Jika meredanya nyeri tercapai dengan bernapas dalam suatu gas anestetik, hal ini disebut analgesia inhalasi. Fakta bahwa konsentrasi keseluruhan gas lebih sedikit dari pada yang akan diberikan jika anestesi memang dibutuhkan, berarti bahwa ibu akan tetap sadar. Namun demikian, fakta bahwa gas tersebut adalah zat anestetik harus mengingatkan bidan akan pentingnya melakukan pemantauan yang sungguh-sungguh terhadap kesejahteraan ibu.
Dinitrogen oksida adalah satu-satunya bentuk analgesia inhalasi yang tersedia di Inggris. Diberikan bagi ibu yang sedang bersalin dalam bentuk campuran 50% nitro oksida dan 50% oksigen dan secara umum dikenal sebagai Entonox. Zat ini sementara bentuk analgesia lainnya sedang dipersiapkan atau mulai bekerja.

Metode pemberian
Pemberian sendiri mencegah dosis berlebihan dan anestesi yang diinduksi. Untuk alasan ini, bidan harus membri tahu pasangan ibu untuk tidak membantu memegang masker di wajah ibu.
Sejumlah koordinasi diperlukan untuk mencapai manfaat Entonox yang yang optimal. Karena Entonox membutuhkan waktu 20-60 detik untuk bekerja, ibu harus mulai menggunakannya pada permulaan kontraksi, bukan saat kontraksi mencapai puncaknya. Mahasiswi kebidanan dapat membantu dengan meletakkan sebelah tangan pada fundus dan mendeteksi kontraksi sebelum menjadi semakin nyeri bagi ibu. Karenanya, mahasiswa kebidanan dapat memberi tahu ibu kapan ia harus mulai menggunakan Entonox dan kapan ia harus berhenti, jika puncak kontraksi telah terlewati.
Harus dijelaskan kepada ibu bahwa gas tidak dikeluarkan secara kostan dari masker, tetapi ibu harus mengambil napas dalam secukupnya untuk membuka katup. Ibu harus menekan masker dengan kenceng menutupi hidung dan mulutnya untuk membentuk segel yang rapat. Kemudian, ibu diminta untuk mengambil napas yang dalam dan berlahan, dengan tetap menjaga masker terpasang pada wajahnya selama inspirasi maupun ekspirasi. Perawatan Entonox menimbulkan suara bising dalam yangkas saat katub terbuka setelah diakukunnya tehnik bernapas dengan benar.
Penting bagi ibu utuk melepaskan masker dari wajahnya diantara dari kontrasi utuk memungkinkannya mengambil udara segar dan mengembalikan kesadaranya. Entonox diekstraksi dengan cepat melalui paru-paru dan ibu seharusnya sudah sadar dalam waktu 2 menit.
Sejumlah ibu tidak menyukai pemikiran bernapas melalui masker tapi melalui telinga mereka mungkin mengaitkanya dengan sensasi pergi ke dokter gigi dan lebih memilih menggunakan mouthpeice. Ibu akan membutuhkan sesapan air yang sering metode ini menyebabkan mulut terasa sangat kering karena hilangnya air dalam udara ekspirasi.
Pengaruh terhadap ibu
Penggunaan Entonox dalam persalinan untuk jangka waktu yang lama dan secara terus-menerus merefleksikan keamanan relatifnya sebagai suatu metode analgesia farmakologis penggunaan Entonox yang tidak tepat dapat menimbulkan hiperventilasi dan hipoksia, pusing.
Selain itu ibu yang menggunakan entonox dapat secara tiba-tiba merasa mual dan pusing. Bidan yang membantunya harus bersiap akan hal ini dan memastikan bahwa ibu berada dalam posisi yang tepat untuk menghindari aspirasi. Selembar kain lab wajah yang dingin, yang ditempatkan dibelakang leher ibu, dapat mengurangi gejala-gejal tersebut diantara penggunaan.

Pengaruh terhadap bayi
Entonox diekskresi melalui paru-paru neonatus, biasanya dalam 2-3 menit setelah dilahirkan. Depresi pernapasan terkait dengan penggunaan kombinasi opioid dan entonox dapat memperlambat proses ini.

b.   Analgesia Opioid
Opioid adalah suatu obat yang melekatkan pada reseptor-reseptor opioid dalam tubuh yaitu reseptor yang merespon indorfin dan enkefalin. Opioid yang digunakan dalam praktek kebidanan meliputi: petidine, diamorfin, dan meptazinol. Ketinggiannya adalah yang berarti bahwa penggunaan obat-obatan ini dipantau secara ketat di bawah perundang-undangan. Kelas-kelas ini digunakan untuk memungkinkan pemberian sanksi pada penyalah gunaannya. Dikategorikan lebih jauh lagi sesuai dengan regulation. Yang memberikan pedoman bagaimana obat-obatan tersebut harus disimpan dan diberikan.

Cara pemberian
Opioid biasanya diberikan melalui injeksi intramuskular umumnya dilakukan pada otot dan dibokong. Namun demikian, melaporkan timbulnya efek yang lebih cepat saat obat diberikan pada otot deltoid lengan menggunakan jarum yang lebih kecil, dengan efek terapeutik tercapai dalam waktu 5-10 menit. Petidine menyebabkan iritasi lokal dan pemberian berulang dapat menimbulkan fibrosis otot. Lokasi penyuntikan yang sama tidak boleh digunakan lebih dari satu kali selama persalinan.

Pengaruh terhadap ibu
Hal ini dapat menyebabkan mereka menyetujui intervensi atau tindakan atau sebelumnya mereka tidak setujui. Mereka akan tidur selama jangka waktu yang panjang dan merasa bahwa mereka melewatkan pengalaman bersalin. Terdapat keseimbangan yang baek antara pencapaian efek analgesik yang menginduksi rasa kantuk.
Kurangnya efek analgesic baik dari petidin maupun opioid-opioid lainnya yang diberikan pada pada ibu yang sedang bersalin telah disoroti. Memang dalam penelitian Olofson dkk, 1996a, para peneliti menyimpulkan bahwa tidak etis untuk memenuhi permintaan wanita akan analgesia dengan menyedasi mereka.
Masalah yang timbul akibat penggunaan petidin adalah fakta bahwa para professional menilai keefektifan petidin lebih besar daripada penilaian ibu yang menggunakannya. Meskipun terdapat berbagai protocol rumah sakit untuk pemberian opioid selama persalinan, dalam praktiknya sering kali menjadi kebiasaan untuk menggunakan suatu dosis standart, sebagai contoh, 100 mg/i.m setiap 3-4 jam. Bagaimanapun juga, mungkin lebih bijak menggunakan dosis yang lebih kecil, yang diberikan lebih sering, bergantung dari kebutuhan ibu masing-masing. Dosis besar opioidjuga dikaitkan dengan lebih banyak kejadian mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan anti emeti, seperti proklorperazin (stemetil) pada saat yang bersamaan.
Depresi pernapasan adalah efek samping dari semua opioid. Petidin mengurangi kepekaan pusat pernapasan terhadap karbon dioksida. Frekuensi dan kedalaman pernapasan berkurang dan dapat timbul hipoksia. Penting untuk memantau frekuensi pernapasan ibu dengan ketat setelah pemberian petidin, terutama jika ia tertidur.

Penggunaan morfin dalam persalinan kuranglazim dibandingkan penggunaan petidin dan sering kali dibatasi pada ibu yang bayinya diketahui meninggal dalam kandungan. Morfin memiliki efek sedasi yang menonjol tetapi efek analgesiknya lemah, meskipun satu penelitian Olofsson dkk, 1996b menemukan penurunan yang bermakna pada pengalaman nyeri punggungdengan pemberian morfin intravena.

Pengaruh terhadap bayi
Deprei pernapasan juga merupakan masalah bagi neonates Karena petidin dapat melewati plasenta. Derajat  Depresi pernapasan bervariasi , bergantung pada dosis hingga interval pelahiran, juga dosis total yang diterima oleh neonates. Waktu eliminasi petidin di perpanjang pada neonates karena proses ini dilakukan dengan hati, yang fungsinya masih belum sempurna. Pemberian opioid juga dapat menimbulkan bradikardi pada ibu, yang mengakibatkan turunnya tekanan darah. Hal ini dapat membahayakan perfusi plasenta, dan bradikardia janin serta hilangnya variabilitas dasar denyut jantung janin sering dijumpai.
Antagonis opioid nalokson (nercan neonatal) harus selalu tersedia pada pemberian petidin bagi ibu yang sedang bersalin. Jika frekuensi pernapasan neonates mengalami depresi pada saat ia lahir, nalokson harus segera diberikan oleh bidan dan bantuan lebih lanjut dari senior dibutuhkan.
            Neonates harus dipantau dengan ketat. Ia mungkin membutuhkan dosis ulangan, karena waktu paruh nalokson lebih pendek daripada petidin.

Menyusui
Terdapat sejumlah bukti untuk menunjukan bahwa pemberian petidin pada ibu selama persalinan dikaitkan dengan efek samping pada perilaku menyusui neonates di masa mendatang. Dalam sebuah penelitian yang memeriksa pengaruh praktik diruang pelahiran terhadap keberhasilan menyusui, dilaporkan bahwa dari neonates yang ibunya mendapatkan petidin selama persalinan, 62% tidak mengisap putting payudara dalam waktu 2 jam setelah melahirkan.
c.       Analgesia epidural
Anastesi epidural dalam persalinan adalah sutu bentuk analgesia yang melibatkan injeksi anestetik local kedalam ruang epidural. Dosis yang lebih besar dapat diberikan untuk kelahiran dengan bantuan alat (instrumental birth) atau bedah sesar. Prosedur ini meliputi dimasukannya sebuah kateter plastic kecil kedalam ruang epidural. Untuk memastikan kateter plastic, jarum tuohy harus, pertama-tama,dimasukkan secara perlahan melalui kulit dan ligamentum interspinosus. Kateter plastic selanjutnya dimasukkan melalui jarum dan jarum kemudian ditarik, sementara kateter dibiarkan ditempatnya. Jika kateter sudah berada di tempatnya, obat-obatan dapat diberikan secara intermiten oleh seeseorang bidan, melalui infuse kontinu atau infuse yang dikendalikan oleh ibu (PCA). Ketentuan-ketentuan palayanan anastesi epidural bervariasi antar rumah bersalin, dan meskipun banyak rumah bersalin akan menyediakan pelayanan 24 jam sehari untuk ibu bersalin, hal ini bukan standart umum. Dalam suatu penelitian prospektif skala besar mengenai harapan dan pengalaman ibu akan pelahiran, dilaporkan bahwa jumah ibu yang menginginkan persalinan bebas nyeri meningkat dari 6% primipara di tahun 1987 menjadi 21% di tahun 2000. Secara umum ibu cenderung lebih menerima intervensi obstetric.

Pengaruh terhadap ibu
Analgesia epidural merupakan cara meredakan nyeri yang paling efektif selama persalinan dan dapat menggembirakan ibu yang sedang bersalin dan dapat menggembirakan ibu yang sedang bersalin. Sayangnya, bentuk analgesia ini bukannya tanpa kerugian. Dosis tinggi yang biasanya diberikan (anastesi epidural tradisional), meghambat fungsi motorik dan telah dikaitkan dengan meningkatnya angka kelahiran melalui pembedahan, durasi persalinan yang lebih lama, dan kebutuhan persalinan untuk diaugmentasi dengan oksitosin. Namun demikian, suatu laporan menunjukan bahwa anestesi epidural dosis rendah dan kombinasi spinal-epidural (combined spinal epidural, CSE) meningkatkan angka kelahiran spontan pervagina. Penelitian ini melaporkan angka pelahiran spontan prvagina 35% pada kelompok anestesi epidural tradisional, 43% pada kelompok dosis rendah yang dikombinasi dengan anastesi spinal, dan 43% untuk kelompok dosis rendah yang diberikan melalui infuse. Tekhnik CSE melibatkan penggunaan kombinasi opioid dan anestetik local dosis rendah. Dosis rendah anestetik local yang diterima dapat mengurangi pengaruhnya terhadap fungsi motorik yang berkaitan dengan pemberian dosis tinggi melalui rute anestesi epidural tradisional. Sutu kajian Cochrane terhadap kombinasi spinal-epidural versus epidural tradisional dalam persalinan menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan dari kedua pendekatan tersebut terhadap cara pelahiran, kepuasan ibu hamil, meskipun CSE meredakan nyeri dengan awitan yang lebih cepat dan kejadian retensi urin yang lebih sedikit.

Pengaruh terhadap bayi
Peningkatan suhu ibu menyebabkan meningkatnya suhu janin dan dengan demikian, meningkatkan cenderung janin untuk diperiksa dan diterapi tehadap potensi infeksi. Anestesi epidural juga telah dikaitkan dengan hiperbilirubinemia pada neonates. Namun demikian, penyebab keterkaitan tersebut tidak jelas. Meskipun penggunaan anestesi epidural dikaitkan dengan meningkatnya kejadian pelahiran dengan bantuan alat dan penggnaan oksitosin ( yang juga dikaitkan dengan hiperbilirubinemia), hal ini tidak menjelaskan kaitan yang ditemukan pada semua penelitian yang dilaporkan. CSE dilaporkan berkaitan dengan nilai apsgar yang rendah dan kebutuhan resustitasi, dan hal ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut (Baston, 2011).









BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Mempunyai onset yang spontan , selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitan. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi( janin dan uri ) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan ( kekuatan sendiri ). Bentuk-Bentuk Persalinan: Persalinan spontan, Persalinan Bantuan, Persalinan Anjuran.

B.     Saran

Ibu hamil harus berperilaku sehat, agar kehamilan tidak mempunyai masalah yang dapat mengakibatkan komplikasi dalam persalinan. Adapun perilaku ibu selama hamil meliputi: kunjungan, asupan gizi, makan tablet zat besisejak kehamilan, senam hamil, perawatan jalan lahir, pemanfaatan layanan kesehatan. 


Daftar pustaka


Baety, Aprilia Nurul. 2011. Biologi Reproduksi:Kehamilan dan Persalinan. Edisi 1. Yogyakarta:Graha Ilmu

Baston, Hellen. 2012. Midwifwery essentials: persalinan. Jakarta: EGC

Dwi, Asri H. 2010. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta:Nuha Medika

Nolan, Mary. 2004. Kehamilan dan Melahirkan. Jakarta:Arcan

Reeder, Sharon J. 2011. Keperawatan Maternitas:Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga/Penulis. Edisi 18. Jakarta:EGC

Yessie,Aprillia. 2010. Hipnostetri:Rileks, Nyaman, dan Aman saat Hamil dan Melahirkan. Jakarta: Gagas Media


Sekian dari saya ulil alj ™πŸ‘Ά tunggu artikel selanjutnya ya,😽  minta doa nya semoga sukses,  sehat,  panjang umur bisa menaikkan haji orang tua,  semoga yang mendoakan saya,  kembali lagi doanya sendiri kepada yang mendoakan,  terima kasih semoga bermanfaat. Amiin
Jangan lupa share and ikuti blog yaa
πŸ˜ΉπŸ˜ΉπŸ™Š

Komentar